News

3 Cara Mencegah Gigi Berlubang Pada Anak

3 Cara Mencegah Gigi Berlubang Pada Anak

3 Cara Mencegah Gigi Berlubang Pada Anak

Anak-anak sangat suka dengan makanan manis, seperti permen, gulali, es krim, susu, dan sebagainya. Namun, terkadang anak-anak lupa untuk menggosok giginya setelah makan makanan manis. Hal ini memicu tumbuhnya bakteri pada gigi dan gigi anak jadi berlubang. Hal kecil ini kadang memang terlupakan oleh anak dan orangtua, kemudian baru disadari setelah gigi anak berlubang. Ayo, coba perhatikan gigi anak Anda.

Bagaimana gigi berlubang bisa terjadi?

Normalnya permukaan gigi ditutupi dengan plak gigi. Bakteri pada plak gigi akan memetabolisme gula dari makanan dan menghasilkan asam. Perlu diketahui, gula merupakan makanan dari bakteri. Asam ini kemudian akan mengikis mineral dari permukaan gigi atau biasa disebut dengan enamel.

Di lain sisi, saliva atau air liur yang terdiri dari kalsium dan fosfat akan mengurangi asam yang menyerang gigi dengan menetralisir dan mencegahnya menghilangkan mineral dari gigi. Namun, saliva membutuhkan waktu yang cukup untuk melakukan ini.

Jika anak Anda terus-terusan makan dan minum, terutama yang mengandung gula, saliva tidak akan punya cukup waktu untuk melakukan kerjanya. Siklus bakteri menghasilkan asam dan kemudian saliva membantu untuk mengurangi asam akan terus berlanjut. Karena terlalu banyak asam yang diproduksi, saliva tidak punya cukup tenaga untuk melawannya dan pada akhirnya mineral pada permukaan gigi akan terkikis. Bintik putih pada gigi kemudian akan muncul, menandakan mineral gigi sudah hilang. Ini merupakan tanda pertama dari gigi berlubang.

Perkembangan untuk menuju gigi berlubang dapat dihentikan pada saat ini. Permukaan gigi dapat memperbaiki dirinya dengan menggunakan mineral dari saliva dan fluoride dari pasta gigi. Namun, jika mineral yang hilang tetap tidak dapat digantikan, maka proses  untuk menuju gigi berlubang akan berlanjut. Seiring waktu, permukaan gigi akan melemah dan hancur, membentuk sebuah lubang.

Bagaimana cara mencegah gigi berlubang?

Gigi berlubang terjadi karena hilangnya mineral pada gigi yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri ini menghasilkan asam yang akan mengikis permukaan gigi. Sebenarnya, saliva dalam mulut kita sudah bekerja keras untuk menjaga gigi kita dari bakteri dan asam. Namun, karena makanan yang kita makan cukup banyak, saliva membutuhkan bantuan untuk melakukan kerjanya.

Untuk membantu saliva dalam mencegah gigi berlubang, Anda sebaiknya mengajarkan anak Anda untuk:

1. Rajin menyikat gigi secara teratur

Menyikat gigi secara teratur menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride penting dilakukan untuk mencegah gigi berlubang. Fluoride dapat mencegah gigi berlubang dengan cara mencegah hilangnya mineral dari permukaan gigi, menggantikan mineral yang hilang pada gigi, mengurangi kemampuan bakteri untuk menghasilkan asam.

Menyikat gigi sebaiknya dilakukan dua kali sehari, yaitu setelah sarapan dan sebelum tidur. Saat tidur, saliva yang dihasilkan hanya sedikit, sehingga sikat gigi sebelum tidur membantu gigi memperbaiki dirinya dari asam.

Aturan menyikat gigi untuk anak-anak

Saat anak menyikat gigi, sebaiknya perhatikan:

  • Tidak perlu untuk menambahkan pasta gigi untuk anak berusia di bawah 2 tahun saat menyikat gigi, air saja sudah cukup untuk menyikat gigi anak pada usia ini. Untuk anak usia 2-6 tahun, sebaiknya Anda yang memberi pasta gigi pada sikat gigi anak. Berikan hanya sebesar biji kacang saja, jangan terlalu banyak karena juga akan merusak gigi anak.
  • Ajari anak untuk membuang pasta giginya setelah menyikat gigi dan jangan sampai tertelan oleh anak. Kandungan fluoride yang tinggi pada pasta gigi anak jika tertelan oleh anak akan menyebabkan penyakit fluorosis. Anak usia di bawah 6 tahun biasanya cenderung untuk menelan pasta gigi saat menyikat gigi, apalagi rasa sikat gigi yang manis dan seperti buah membuatnya ingin menelannya.
  • Jika anak belum bisa menyikat giginya sendiri, sebaiknya Anda bantu menyikat gigi anak. Coba bantu anak Anda menyikat gigi pada awal-awal menyikat gigi dan biarkan ia yang meneruskannya sendiri.

2. Memperhatikan makanan yang dimakan anak

Makanan sangat mempengaruhi kesehatan gigi anak. Makanan dan minuman yang mengandung gula memicu bakteri untuk menghasilkan asam dari gula tersebut. Asam ini kemudian mengikis mineral pada permukaan gigi. Walaupun saliva dapat melawan asam, tetapi jika terlalu banyak asam yang dihasilkan oleh bakteri, saliva tidak mampu untuk menanggulanginya.

Oleh karena itu, Anda perlu memperhatikan makanan dan minuman apa saja yang dimakan anak dan seberapa sering anak makan dan minum yang manis-manis. Satu hal yang sering dilewatkan adalah apakah anak menyikat giginya setelah makan atau minum manis, hal ini sangat penting dilakukan untuk mencegah gigi berlubang apalagi jika anak Anda suka yang manis. Pastikan anak tidak makan lagi setelah sikat gigi sebelum tidur.

Beberapa makanan dan minuman manis yang sebaiknya dibatasi untuk dikonsumsi oleh anak adalah:

  • Cokelat
  • Cake dan biskuit
  • Kue manis dan pie buah
  • Puding
  • Sereal
  • Selai
  • Madu
  • Es krim
  • Sirup
  • Minuman ringan, seperti minuman bersoda dan minuman teh dalam kemasan

Sebaiknya beri anak waktu untuk menikmati makanan ringan manis tersebut, di antara waktu makan utama. Hal ini berguna untuk mengurangi kebiasaan anak makan makanan manis terus menerus dan juga untuk memberikan waktu bagi saliva untuk memperbaiki gigi.

3. Memeriksakan gigi anak ke dokter gigi secara rutin

Jangan lupa untuk selalu memeriksakan gigi anak secara rutin ke dokter gigi, setidaknya satu tahun sekali. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan gigi anak, sehingga jika terjadi kerusakan pada gigi anak dapat diketahui sedini mungkin. Jelaskan dengan perlahan kepada anak bahwa mereka tidak perlu takut dengan dokter gigi.

 

SUMBER : HALLOSEHAT.COM

Seperti Apa Posisi Menggendong Bayi yang Paling Tepat?

Seperti Apa Posisi Menggendong Bayi yang Paling Tepat?

Seperti Apa Posisi Menggendong Bayi yang Paling Tepat?

Menggendong bayi sudah menjadi aktivitas umum bagi orangtua yang memiliki bayi kecil. Beragam cara dan posisi menggendong untuk setiap orangtua mungkin berbeda. Anda melihat orangtua lain menggendong bayinya menghadap depan, menghadap orangtua, atau ada juga yang menggendong di belakang. Namun, posisi menggendong manakah yang lebih baik? Intip di sini jawabannya.

Menggendong bayi di depan

Menggendong di depan bisa Anda lakukan dengan memosisikan bayi untuk mengahadap ke Anda atau ke luar untuk melihat daerah sekitarnya. Berikut adalah pertimbangannya untuk setiap posisi yang Anda pilih.

Bayi menghadap ke orangtua

Sumber: Purple Elm Baby

Menggendong bayi di depan dan menghadap ke orangtua yang menggendongnya sering dilakukan untuk bayi usia sekitar 2-3 bulan. Pada usia terebut perhatian utama bayi adalah wajah manusia. Posisi ini baik untuk kebanyakan bayi karena si kecil akan memiliki pandangan yang jelas. Si kecil juga dapat mengamati wajah Anda ketika Anda sedang berinteraksi dengan orang lain, sehingga memberikan bayi banyak pengalaman untuk belajar.

Tak cuma itu, orangtua sendiri jadi punya banyak kesempatan untuk mengamati beragam ekspresi jenaka si kecil. Orangtua pun bisa belajar lebih peka terhadap kebutuhan dan keinginan si kecil.

Terkadang selama tahun pertama, sebagian besar bayi yang digendong di depan dalam posisi menghadap ke orangtua akan mulai menoleh untuk melihat apa yang ada di belakangnya. Tenang saja, dengan kelenturan leher bayi dan perkembangan penglihatannya, bayi Anda mampu mengamati cukup banyak hal pada lingkungan sekitarnya dengan posisi gendongan ini.

Bayi menghadap ke luar atau membelakangi orangtua

Sumber: Baby Björn

Menggendong bayi di depan sambil menghadap ke luar dapat mengenalkan bayi dengan lingkungan sekitarnya. Namun, sebaiknya posisi ini dilakukan setelah bayi berusia enam bulan. Karena hingga usia enam bulan pertamanya, bayi sangat membutuhkan interaksi dengan wajah dengan orangtuanya utuk perkembangan saraf otak bayi yang optimal serta untuk meningkatkan ikatan antara orangtua dan anak.

Menggendong dengan menghadap ke luar, juga membuat Anda sulit melihat reaksi bayi terhadap apa yang ia lihat, apakah ia menyukainya atau tidak. Apakah bayi memberikan respon baik atau tidak. Oleh karena itu, sebaiknya gendong bayi dengan posisi ini dalam waktu yang sebentar dan di lingkungan tenang serta dikenal oleh bayi.

Jika si kecil sudah mulai gelisah atau rewel saat digendong dengan posisi ini, sebaiknya pindahkan bayi dengan posisi lain atau menghadap ke Anda. Pasalnya, bayi mungkin saja mengalami overstimulasi. Misalnya ketika banyak cahaya silau yang berkedap-kedip atau terlalu banyak orang yang lalu-lalang di depannya.

Menggendong bayi di belakang

Sumber: Ergobaby

Menggendong bayi di belakang biasanya dilakukan ketika bayi sudah cukup berat untuk digendong di depan. Posisi ini juga bisa memudahkan orangtua untuk melakukan aktivitas lain tapi tetap sambil merawat si kecil. Misalnya saat mencuci pakaian, menyiapkan makan, atau belanja ke pasar. Si kecil juga bisa menengok lingkungan sekitar.

Namun, posisi ini mungkin sedikit mengkhawatirkan bagi sebagian orangtua, karena Anda merasa tidak bisa melihat apa yang bayi Anda lakukan saat digendong di belakang. Oleh karena itu pastikan gendongan bayi yang Anda gunakan kokoh dan nyaman untuk si kecil.

Berikut tips aman menggendong bayi di belakang.

  • Untuk menghindari cedera saat baru mencoba menggendong bayi di belakang, lakukan di atas tempat tidur atau permukaan yang empuk dan dengan bantuan orang lain.
  • Menggendong di punggung belakang sebaiknya hanya digunakan ketika kepala dan leher si kecil sudah cukup kuat dan konsisten, serta bayi sudah bisa duduk sendiri dengan sempurna.
  • Kencangkan ikatan bahu gendongan untuk menjaga keamanan bayi dan pastikan bayi menempel dekat dengan punggung Anda. Namun, jangan sampai terlalu kencang. Pastikan bayi merasa nyaman dan tetap bisa bergerak.

Jadi, pada akhirnya posisi menggendong bayi yang terbaik harus disesuaikan lagi dengan banyak hal. Misalnya aktivitas bayi dan orangtua saat itu, kesiapan bayi secara fisik, dan jenis gendongan bayi yang Anda gunakan. Akan tetapi, ketiga posisi di atas sah-sah saja dilakukan asal dengan hati-hati.

sumber : hellosehat.com

Bolehkah Ibu Makan Makanan Pedas Selama Masa Menyusui?

Bolehkah Ibu Makan Makanan Pedas Selama Masa Menyusui?

Bolehkah Ibu Makan Makanan Pedas Selama Masa Menyusui?

Katanya, apa yang ibu makan saat menyusui akan dirasakan juga oleh si kecil karena rasa makanan tersebut masuk ke dalam ASI. Maka itu, ibu tidak boleh makan pedas saat menyusui karena takut sang buah hatinya juga merasakan rasa tersebut. Lantas, sebenarnya boleh atau tidak ibu makan pedas saat menyusui? Apakah rasa pedas juga akan dirasakan di kecil melalui ASI? Simak jawabannya dalam ulasan berikut ini.

Bolehkah ibu makan pedas saat menyusui si kecil?

Ibu tidak boleh makan pedas saat menyusui itu hanya sekadar mitos dan anggapan masyarakat saja. Pasalnya, menurut Dr. Paula Meier, Ph.D, seorang direktur penelitian dan laktasi di Unit Perawatan Intensif Neonatal Rush University Medical Center sekaligus ketua International Society for Research in Human Milk and Lactation, mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada makanan yang harus dihindari oleh ibu saat sedang menyusui bayinya.

Sebenarnya, payudara ibu memiliki kemampuan untuk menyaring nutrisi penting dari tubuh ibu yang berguna dalam pembuatan air susu ibu (ASI), sehingga membatasi konsumsi makanan saat menyusui hanyalah mitos belaka karena apa yang Anda makan akan sangat bermanfaat sebagai simpanan nutrisi dalam tubuh. Anda hanya perlu menghindari jenis-jenis makanan yang sudah jelas bisa memberi efek tidak baik pada tubuh Anda, seperti alkohol.

Bahkan ternyata, ada manfaat baik jika ibu makan berbagai jenis makanan selama masa menyusui. Seorang psikolog spesialis nutrisi anak, Lucy Cooke, menyatakan bahwa bayi yang diberi ASI biasanya akan cenderung lebih mudah menyukai berbagai jenis makan saat dewasa kelak, karena mereka telah terbiasa menerima bermacam-macam rasa makanan sejak masa menyusui.

Lalu, apakah makan pedas saat menyusui bisa memengaruhi rasa ASI?

Pada dasarnya, rasa ASI tidak mudah berubah-ubah ketika ibu mengonsumsi berbagai jenis rasa makanan, misalnya manis, asin, pedas, asam, maupun pahit.

Meski begitu, dilansir dari Baby Centre, bila rasa ASI terkadang berbeda usai Anda menyantap makanan dengan rasa pedas, mungkin akan jadi pengalaman baru untuk si kecil. Para ahli menganggap ini merupakan salah satu cara bijak dalam memperkenalkan cita rasa makanan pada bayi.

Menurut Emma Pickett, seorang konsultan laktasi bersertifikat internasional, bahwa ketika ibu menyusui dan mengonsumsi beragam makanan dengan kandungan nutrisi dan rasa yang berbeda-beda, memang bisa membantu bayi untuk mengetahui beragam cita rasa makanan.

Akan tetapi tentu saja, apapun jenis makanan yang dimakan, rasa alami ASI tetap akan mendominasi.

Bagaimana cara mengetahui jika bayi sensitif terhadap makanan pedas?

Meski rasa ASI yang bersumber dari jenis makanan tertentu tidak secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan bayi, tapi Anda perlu waspada bila kesehatan si kecil tiba-tiba memburuk. Sebab selama masa menyusui, tentu bayi hanya mendapat makanan dan minuman dari ASI ibu.

Menurut dr. Meta Hanindita Sp.A RSUD Dr. Soetomo Surabaya, mengungkapkan jika cabai mengandung zat capsaicin, sehingga ada sebagian bayi yang sensitif terhadap zat makanan yang satu ini dan kemudian mengalami diare.

Selain diare, reaksi lain yang mungkin terjadi bila si kecil sensitif terhadap makanan pedas saat menyusui yakni:

  • Rewel setelah selesai menyusui
  • Tidur lebih sebentar
  • Terlihat tidak nyaman
  • Munculnya reaksi pada kulit

Namun, reaksi tersebut tidak selalu menandakan sebagai respon bayi terhadap makanan pedas, mungkin saja ini disebabkan oleh faktor makanan lain.

Tugas Anda sekarang adalah lebih memperhatikan jenis makanan apa saja yang Anda konsumsi setiap harinya selama masa menyusui, dan amati jika ada perubahan kondisi kesehatan pada si kecil setelah Anda mengonsumsi makanan tersebut.

 

sumber : hellosehat.com

5 Aturan Memberikan Camilan Bagi Balita

5 Aturan Memberikan Camilan Bagi Balita

5 Aturan Memberikan Camilan Bagi Balita

Camilan memiliki peran penting untuk membangun pola makan yang sehat, asalkan Anda tahu aturannya. Berikut 5 hal yang perlu diingat saat menawarkan makanan ringan untuk si kecil.

1. Berikan camilan yang segar (bukan dari kemasan) dan enak

Pilihlah makanan yang segar dan kaya akan kandungan nutrisi seperti vitamin, mineral, protein, dan serat. Cobalah untuk menghindari snack kemasan yang, telah diproses, karena camilan jenis ini mengandung zat pengawet, pemanis, MSG, dan lemak tinggi. Jika Anda menitipkan si kecil di tempat penitipan anak, tanyalah pada penanggung jawab tempat tersebut makanan apa yang disediakan di sana. Jika Anda tidak setuju dengan jenis snack yang disediakan, cobalah berikan saran menu snack yang lebih sehat. Jika Anda tidak dapat melakukannya, bekali anak Anda camilan dari rumah.

2. Buatlah snack sehat sendiri

Mungkin akan sedikit memakan waktu bila Anda menyiapkan snack yang sehat. Tetapi, ada beberapa snack mudah yang dapat Anda buatkan untuk balita Anda, seperti:

  • Sereal dengan gula rendah dan gandum utuh
  • Potongan buah segar
  • crackers gandum utuh dan mini-muffins
  • Potongan atau parutan keju

3. Biarkan si kecil memilih

Anda mungkin merasa bahwa balita Anda masih terlalu kecil, tapi tingkatkanlah kemampuan anak mengendalikan diri sendiri. Snack adalah waktu yang tepat bagi Anak untuk belajar membuat keputusan. Tawarkan beberapa makanan bernutrisi, lalu biarkan anak Anda memilih sendiri makanan dan jumlah yang dikonsumsi olehnya.

Namun, jangan biarkan bayi Anda hanya memilih makanan yang dia suka. Dia hanya boleh memilih makanan berdasarkan menu yang telah Anda buat.

4. Jangan paksa!

Jika anak Anda tidak mau memakan sesuatu, jangan dipaksa. Cobalah gabungkan makanan yang anak Anda suka dengan makanan baru. Jika makanan baru dapat diterima, berikan lagi makanan tersebut dalam menu makanan selanjutnya. Ingatlah bahwa anak Anda membutuhkan waktu beberapa kali untuk beradaptasi dengan makanan baru.

5. Yang harus dihindari

Menggunakan makanan manis sebagai ‘sogokan’ dapat memberikan kesan bahwa makanan manis lebih baik dibandingkan makanan sehat. Mengonsumsi terlalu banyak makanan manis dapat membentuk kebiasaan yang buruk dan memengaruhi kesehatan anak Anda. Makanan manis tidak memiliki nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan anak Anda. Anda terkadang boleh memberikan makanan manis seperti kue ulang tahunnya. Tapi jangan biarkan makanan dengan kalori tinggi menjadi menu camilan regular anak Anda.

sumber: hellosehat.com

Daftar Makanan untuk Bayi yang Harus Dihindari

Daftar Makanan untuk Bayi yang Harus Dihindari

Daftar Makanan untuk Bayi yang Harus Dihindari

Di awal kehidupannya, tubuh bayi belum bisa mencerna semua jenis makanan, apalagi bahan makanan yang bahkan bagi orang dewasa saja tergolong kurang baik. Itu sebabnya, penting bagi orangtua untuk memperhatikan asupan makanan untuk bayi.

Nah, agar bayi Anda tetap sehat dan terhindar dari masalah kesehatan baik saat ini maupun di masa depan, simak beberapa makanan yang tak dianjurkan untuk diberikan pada bayi dalam artikel ini.

Berbagai makanan untuk bayi yang harus dihindari

1. Garam

Sebenarnya, memberikan garam pada makanan bayi yang berusia di bawah 1 tahun tidak diperlukan. Asupan garam yang berlebihan justru dapat merusak ginjal bayi karena ginjalnya belum mampu untuk mengolah kelebihan garam di tubuhnya. Jadi, Anda tidak perlu repot-repot menambahkan garam pada menu MPASInya.

Selain garam, hindari menambah penyedap rasa maupun saus pada makanan bayi, karena produk tersebut biasanya mengandung garam yang cukup tinggi. Takaran di bawah ini mungkin dapat dijadikan referensi sebelum Anda memasak untuk anggota keluarga, termasuk si kecil.

Berdasarkan Angka Kecukupan Mineral Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah garam maksimum yang disarankan untuk bayi dan anak-anak adalah:

  • 1 – 3 tahun: 1 gram per hari
  • 4 – 6 tahun: 1,2 gram per hari
  • 7 – 9 tahun: 1,2 per hari
  • 10 tahun dan di atasnya: 1,5 gram per hari

2. Gula

Sama halnya dengan garam, asupan gula pada makanan bayi yang berusia di bawah 1 tahun belum diperlukan. Ini karena asupan gula justru akan membuat kalori makanan si kecil semakin banyak dan tak baik juga untuk kesehatan gigi serta mulutnya.

Bahkan dalam beberapa penelitian disebutkan jika terlalu banyak makan gula dan makanan manis saat kecil, akan meningkatkan risiko obesitas serta penyakit kronis pad anak di kemudian hari. Itu sebabnya berikanlah gula sesuai dengan rekomendasi gula harian untuk anak.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), konsumsi gula tidak boleh lebih dari 5 persen dalam menu makan harian.

3. Madu

Walaupun madu dikenal memiliki banyak manfaat, sayangnya madu tidak dianjurkan bagi bayi. Madu mengandung bakteri penghasil racun dalam usus yang dapat menyebabkan botulismepada bayi.

Untuk kebaikan anak, jangan berikan madu sebelum mereka berusia 1 tahun. Madu juga mengandung gula, jadi menghindari konsumsi madu tentu dapat mencegah obesitas dan kerusakan gigi pada anak.

4. Semua jenis kacang

Semua jenis kacang, termasuk kacang tanah, tidak dianjurkan untuk dikonsumsi anak balita karena kacang sering kali membuat anak tersedak. Selama tidak menimbulkan alergi, Anda boleh memberinya kacang setelah mereka berusia 6 bulan. Namun ingat! Kacang harus dihancurkan atau digiling menjadi selai kacang terlebih dahulu.

5. Lemak jenuh

Lemak jenuh biasa disebut dengan lemak ‘jahat’. Hindari makanan yang mengandung tingkat lemak jenuh yang tinggi, seperti gorengan, keripik, serta burger dan kue. Jenis-jenis makanan tersebut mengandung lemak jenuh yang sulit untuk dicerna tubuh, yang pada akhirnya meningkatkan risiko sembelit atau sulit buang air besar.

6. Makanan mentah

Makanan untuk bayi yang harus dihindari lainnya adalah makan-makanan mentah. Paparan bakteri salmonella yang terkandung pada makanan mentah meningkatkan risiko bayi menderita gastoenteritis. Akibatnya, anak Anda mungkin akan memunculkan gejala seperti mualmuntah, kram perut, diaredemamsakit kepala, panas dingin, dan darah di feses.

Beberapa makanan yang harus dihindari adalah daging, unggas, dan seafood mentah. Selain itu, bayi juga tidak dianjurkan untuk mengonsumsi telur mentah.

 

sumber : hallosehat.com

Tips Memilih Botol Susu dan Dot yang Baik untuk Bayi

Tips Memilih Botol Susu dan Dot yang Baik untuk Bayi

Tips Memilih Botol Susu dan Dot yang Baik untuk Bayi.

Sedang mencari botol susu dan dot untuk bayi Anda, tapi masih bingung seperti apa botol susu dan dot yang baik? Mungkin beberapa tips di bawah ini dapat membantu Anda dalam memilih botol susu dan dot.

Mungkin beberapa ibu beranggapan bahwa semua botol susu dan dot sama saja untuk bayi, tidak ada bedanya. Eits… tapi jangan salah, terdapat beberapa tipe botol susu dan dot untuk disesuaikan dengan kebutuhan bayi Anda. Tidak hanya itu, Anda perlu berhati-hati dalam memilih botol susu dan dot. Pilihlah botol susu dan dot dengan bahan pembuat yang aman untuk bayi Anda, jangan sampai malah menyebabkan reaksi kimia ketika air panas dituangkan ke dalam botol.

Bagaimana cara memilih botol susu yang aman?

Banyak botol susu dan dot dengan berbagai model dan merek yang dijual di Indonesia. Botol susu dan dot tersebut dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan bayi dalam menyusu dengan botol. Jadi, Anda tidak dapat sembarangan memilih botol susu dan dot untuk bayi Anda, pilihlah yang aman dan sesuai dengan kebutuhan bayi Anda. Berikut ini tipsnya.

1. Pilih bahan botol susu yang aman

Ada berbagai macam botol susu yang terbuat dari berbagai macam bahan yang berbeda. Botol susu biasanya terbuat dari bahan kaca, silikon, plastik, dan stainless steel. Namun, kebanyakan yang dijual adalah botol susu dengan bahan plastik. Bahan plastik mempunyai kelebihan tersendiri dibandingkan dengan bahan lainnya. Beratnya yang lebih ringan dari bahan lainnya membuat botol susu berbahan plastik lebih nyaman dan sesuai digunakan untuk bayi. Selain itu, botol susu dari plastik juga lebih murah dan mudah ditemukan daripada bahan lainnya.

Namun, banyak orang yang khawatir dengan kandungan bahan kimia dalam plastik. Ya, memang ada bahan plastik yang aman dan tidak aman digunakan sebagai wadah makanan atau minuman. Untuk itu, dalam memilih botol susu, sebaiknya pilihlah yang mengandung label “BPA-free”. Badan pengawas makanan dan obat-obatan Amerika Serikat atau biasa disebut dengan Food and Drug Administration (FDA) telah melarang BPA (bisphenol A) dalam pembuatan semua botol bayi pada tahun 2012.

Selain memilih botol susu dengan “BPA-free”, juga sebaiknya pilih botol susu yang terbuat dari plastik dengan nomor 2 atau 5. Hindari memilih botol susu dengan plastik nomor 7 atau memiliki keterangan PC (polycarbonate) karena banyak mengandung BPA. Juga, pilihlah botol susu plastik yang terlihat agak buram. Biasanya botol ini terbuat dari polietilen atau polipropilen dan tidak mengandung BPA.

Sebaiknya juga jangan merebus botol bayi Anda karena panas dapat menyebabkan BPA dari plastik terurai dan bisa bercampur dengan susu bayi Anda. Walaupun, botol susu bayi Anda diklaim tidak mengandung BPA, sebaiknya tetap lakukan hal ini sebagai upaya pencegahan. Mencuci botol susu sebelum dan sesudah digunakan dengan menggunakan air hangat, sabun, dan sikat khusus botol sudah cukup membuat botol susu bayi Anda steril dari bakteri dan kuman yang menempel.

2. Pilih bentuk botol susu yang sesuai

Terdapat berbagai bentuk botol susu yang dijual. Ada yang berbentuk lebih tinggi, lebih pendek, serta ada juga yang lurus dan melengkung. Ini tergantung dari kesukaan Anda dan bayi. Pilihlah botol susu dengan bentuk yang memudahkan bayi untuk memegangnya.

Pilihlah juga ukuran botol susu sesuai dengan kebutuhan menyusu bayi Anda. Biasanya bayi dengan usia yang masih kecil membutuhkan lebih sedikit susu dibandingkan dengan bayi yang sudah lebih besar. Pilihlah botol susu dengan ukuran 50 ml untuk bayi Anda yang masih kecil dan tingkatkan ukuran botol susu ke ukuran yang lebih besar (120 ml atau lebih dari 200 ml) untuk bayi Anda yang sudah mulai besar.

Bagaimana cara memilih dot bayi?

Sama seperti botol susu, dot bayi juga tidak sembarangan untuk dipilih. Terdapat berbagai jenis dan bentuk dot bayi dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan bayi Anda.

1. Pilih bahan dot

Dot bayi biasanya terbuat dari lateks atau silikon. Dot dari bahan lateks biasanya lebih lembut dan fleksibel, tetapi penggunaannya tidak bisa bertahan lama. Dalam beberapa kasus, bayi dapat mempunyai alergi terhadap bahan lateks. Sedangkan, dot dari bahan silikon lebih kuat dan lebih tahan lama.

2. Pilih bentuk dot

Biasanya dot bayi berbentuk seperti lonceng atau kubah. Ada pula dot ortodontik yang dirancang menyesuaikan dengan langit-langit dan gusi bayi Anda. Dot ini memiliki ujung bola yang lebih datar dan bertumpu pada lidah bayi. Dot dengan ujung datar atau lebar lebih mirip seperti puting payudara ibu, sehingga bayi lebih nyaman. Anda dapat memilih dot dengan bentuk ini saat masa peralihan dari menyusui ke susu botol.

3. Pilih ukuran dan aliran dot

Selain bentuknya, hal lain yang harus diperhatikan saat memilih dot bayi adalah ukuran dan alirannya. Terdapat dot yang memiliki aliran lebih lambat dan lebih cepat. Bayi prematur atau bayi baru lahir membutuhkan ukuran dot terkecil dengan aliran yang lebih lambat. Sedangkan, bayi yang sudah lebih besar membutuhkan ukuran dot yang lebih besar dengan aliran yang lebih cepat. Biasanya pada kemasan dot terdapat keterangan ukuran dot bersama dengan usia bayi yang disarankan.

Jika ukuran dot dengan usia bayi Anda tidak sesuai, hal ini bukanlah suatu masalah. Beberapa bayi mungkin lebih cepat untuk mengisap dotnya dibandingkan yang lain pada usia yang sama. Yang terpenting adalah bayi Anda tidak tersedak, tidak memuntahkan susunya, dan nyaman saat menyusui dengan botol.

Kapan harus mengganti dot bayi?

Jika lubang dot sudah terlalu besar, artinya dot bayi harus diganti. Anda bisa memerhatikan apakah susu terus menetes keluar saat bayi menyusu. Selain itu, Anda juga bisa memeriksa apakah dot bayi sudah mulai berubah warna, menipis, atau sudah mulai usang. Jika tanda-tanda ini Anda temui, Anda harus mengganti dot bayi dengan yang baru. 

sumber: hellosehat.com

Kapan Waktu Terbaik untuk Anak Minum Susu, Pagi Atau Malam Hari?

Kapan Waktu Terbaik untuk Anak Minum Susu, Pagi Atau Malam Hari?

Baca lebih lanjut

4 Cara Mengatasi Kebiasaan Anak Mengemut Makanan

4 Cara Mengatasi Kebiasaan Anak Mengemut Makanan

4 Cara Mengatasi Kebiasaan Anak Mengemut Makanan

Tidak sedikit orangtua yang memiliki balita mengalami kebingungan mengenai kebiasaan makan anaknya, yaitu mengemut makanan tanpa menelannya. Anak dapat mengemut makanannya dalam waktu yang cukup lama.

Kondisi ini membuat aktivitas makan memakan waktu selama berjam-jam, sekaligus menguji kesabaran orangtua. Tak jarang, kebiasaan mengemut ini menyebabkan orangtua meluapkan kemarahannya dengan memaksa anak menelannya. Hal ini akan menimbulkan trauma tersendiri bagi anak bahkan bisa membuatnya justru menolak makan sama sekali.

Terlalu sering menimbun makanan di mulut dapat meningkatkan risiko tersedak atau konsekuensi gizi lainnya yang mungkin buruk bagi tubuh. Selain itu, hal ini juga bisa memengaruhi kesehatan gigi anak. Untuk itu Anda perlu mencari cara untuk mengatasi kebiasaan buruk tersebut.

Tips mengatasi kebiasaan anak mengemut makanan

Psikolog klinis Rachael Tan, mengatakan, hal terpenting yang perlu Anda lakukan pertama kali untuk mengatasi masalah ini ialah mengidentifikasi kenapa anak Anak lebih suka mengemut makanannya ketimbang menelannya. Cara terbaik untuk menemukan jawabannya ialah mengamati apa yang terjadi sebelum, selama, dan setelah makan.

Berikut ini beberapa hal yang perlu Anda lakukan untuk mengatasi anak yang memiliki kebiasaan mengemut makanan tanpa menelannya:

1. Perhatikan kebiasaan makan anak di saat-saat berikut

Sebelum makan

Jika beberapa jam sebelum makan anak mengonsumsi makanan ringan, mungkin penyebab anak mengemut makanannya ialah karena ia merasa terlalu kenyang untuk menelan makanan lagi pada saat aktivitas makan besar dimulai. Coba batasi asupan camilan anak sebelum makan besar dan lihat perbedaannya.

Saat makan

Coba sadari, apakah Anda sering mengajaknya berbicara ketika ia sedang makan? Jika iya, mungkin ini salah satu alasan anak terus mengemut makanannya karena merasa tidak fokus terhadap aktivitas makannya. Tidak semua anak bisa melakukan dua hal sekaligus.

Misalnya, ketika anak sedang menonton TV dan Anda mengajaknya berbicara, mungkin perhatiannya akan lebih tertuju pada TV ketimbang mendengarkan Anda berbicara. Walaupun anak mungkin menatap Anda, tetapi tidak berarti ia mendengarkan apa yang Anda bicarakan. Begitupun ketika Anda mengajaknya berbicara ketika makan.

Untuk menguji dugaan ini, cobalah untuk mengajaknya mengobrol hanya saat anak telah menelan makanannya. Jangan lupa berikan pujian saat anak berhasil menelan makanannya. Jika anak termotivasi dengan perhatian serta pujian yang Anda berikan, dia akan belajar bahwa dengan menelan makanan ia akan mendapatkan lebih banyak pujian ketimbang menyimpannya lama-lama di dalam mulut. Anak juga belajar untuk tidak berbicara ketika mulut penuh makanan.

Setelah makan

Sekarang, coba ingat-ingat, adakah hal yang biasanya Anda perintahkan setelah makan yang kira-kira tidak disukai anak Anda? Misalnya, mandi atau membersihkan bekas makannya sendiri. Jika iya, mungkin ini alasan anak Anda memperpanjang waktu makannya, yaitu untuk menghindari tugas tersebut.

Cobalah untuk merancang aktivitas yang kurang disukai dan sangat disukainya setelah makan. Lihat perbedaannya begitu Anda menerapkan kedua hal ini. Anda dapat menggunakan aktivitas yang disukainya dalam beberapa waktu untuk mendorong anak mematuhi tugas lain yang tidak ingin dia lakukan, termasuk soal makan. Bicara perlahan pada anak dan berikan penguatan positif agar anak termotivasi dan mengikuti instruksi Anda. Saat rutinitas ini telah menjadi kebiasaan, Anda bisa mengurangi tingkat penguatan tersebut untuk melihat perubahan pada diri anak Anda.

2. Mengajak anak berbelanja makanan yang ingin dimakannya

Mintalah anak untuk menemani Anda berbelanja bahan makanan. Biarkan anak memilih makanan baru yang mungkin disukainya, walaupun mungkin anak akan tertarik hanya karena warna dan bentuknya. Membuatnya berpartisipasi memilih makanan yang akan ia makan mungkin akan menjadi cara ampuh untuk mengurangi kebiasaannya mengemut makanan tanpa menelannya.

3. Menentukan durasi makan

Anda bisa berdiskusi dengan anak secara perlahan untuk menentukan durasi makan. Pasang timer atau alarm dan katakan pada anak jika alarm berbunyi tandanya waktu makan sudah habis. Bukan bermaksud untuk memburu-burunya, hal ini membantu mengajarkan anak bahwa ada batas yang ditentukan berapa lama dia harus duduk untuk menghabiskan makanannya.

4. Pancing anak untuk menelan makanannya dengan makan bersama

Cara lain untuk menstimulasi anak menelan makannya ialah dengan makan bersama. Ajak anak untuk makan bersama-sama dengan Anda dan coba untuk menunjukkan bahwa Anda menikmati makanan dengan menggigit, mengunyah, dan menelannya untuk mendorong anak melakukan hal yang sama.

Jika cara-cara di atas tidak berhasil mungkin ini saatnya Anda berkonsultasi dengan psikolog anak untuk membantu Anda memecahkan masalah ini.

 

sumber : hellosehat.com

5 Cara Mengatasi Ruam Popok pada Bayi

5 Cara Mengatasi Ruam Popok pada Bayi

5 Cara Mengatasi Ruam Popok pada Bayi

Popok sudah menjadi kebutuhan, jika Anda memiliki anak kecil. Ya, ada berbagai macam popok; yang dicuci maupun sekali pakai. Sebagian besar orangtua mungkin mulai memakaikan popok pada anaknya sejak bayinya berusia satu bulan. Seperti yang kita tahu, bayi yang baru lahir masih sangat rentan. Ruam dapat muncul pada kulit bayi akibat pemakaian popok. Ruam dapat berupa kemerahan atau kulit bersisik. Duh, kalau sudah begitu, bagaimana ya mengatasi ruam popok? Tenang dulu, ibu-ibu, selalu ada solusinya.

Bagaimana cara mengatasi ruam popok pada bayi?

Ada beberapa cara yang bisa Anda coba. Simak berikut ini:

1. Pastikan Anda rutin mengecek popoknya

Poin ini sangat penting sekali, yaitu mengecek popok bayi Anda, apakah sudah basah atau kotor? Anda juga perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum mengganti popok bayi Anda.  Bersihkan area kulit yang tertutup popok dengan kain lembut atau dengan menyemprotkan air dari botol. Anda juga bisa mengelapnya dengan tissue, tapi jangan menggosoknya terlalu keras. Hindari juga tissue basah yang mengandung alkohol atau pewangi. Ketika Anda memandikan bayi Anda, gunakan sabun lembut, tepuk-tepuk bagian yang munculnya ruam.

Usahakan bayi Anda memiliki jam-jam di mana ia tidak memakai popok. Hal ini dapat membuat kulitnya tetap kering dan bebas dari gesekan. Saat tidak memakai popok, Anda bisa membaringkannya di atas handuk.

2. Rutin mengganti popoknya

Saat ruam muncul pada kulit bayi Anda, rutin mengganti popok adalah hal yang sangat harus dilakukan. Kapan Anda harus menggantinya? Nomalnya memang 2 sampai 3 jam sekali. Tapi usahakan untuk secepat mungkin, saat sudah terlihat kotor, Anda harus langsung menggantinya. Ruam ditambah kulit yang lembap dapat memicu iritasi yang semakin menjadi-jadi.

Begitu juga dengan cara saat memakaikan popok pada bayi, usahakan popok tidak dibalutkan dengan ketat, agar kulitnya dapat bernapas dan ruam tidak menjadi parah. Pastikan Anda menunggu kulit bayi kering terlebih dahulu, sebelum diberikan popok baru. Popok yang sekali pakai juga dapat membantu kulit bayi Anda tetap kering.

3. Memberikan krim atau gel untuk bayi

Anda juga bisa menggunakan krim yang mengandung zinc untuk meredakan ruam kulit, serta mencegah iritasi lainnya. Anda bisa bertanya pada dokter atau apoteker tentang krim yang baik untuk dioleskan pada kulit bayi. Hindari menggunakan krim steroid (hydrocortisone) kecuali dokter meresepkannya. Jenis krim tersebut dapat mengiritasi kulit pantat bayi, apalagi jika pemakaiannya tidak tepat.

Setelah memakaikan krim yang tepat, Anda bisa oleskan petroleum jelly, agar krim tidak menempel di popok. Gel seperti vaseline mungkin cocok untuk diaplikasikan, selain kandungan parfumnya yang sedikit, harganya juga terjangkau. Tipe gel ini juga tidak terlalu kuat, sehingga aman digunakan.

4. Perhatikan cara memilih popok

Beberapa orangtua mengakui bahwa mengenali popok mana yang cocok untuk dipakai bayinya dapat mengurangi ruam pada bayi. Berikut ini tipsnya:

  • Anda bisa mencoba beralih ke popok kain, atau mencoba popok sekali pakai dari merek yang berbeda.
  • Jika Anda mencuci sendiri popok kain bayi, ganti juga detergent (sabun cuci) yang biasa dipakai untuk membersihkan popok. Gunakan sabun cuci yang lembut, yang hypoallergenic. Anda juga bisa menambahkan setengah cangkir cuka saat membilas popok tersebut.

5. Pilih pakaian yang menyerap udara

Selain tidak memakaikan produk yang mengandung parfum, pilihan baju yang tepat juga membantu meredakan ruam. Baju atau popok yang ketat dapat membuat lembap area sekitar pantat bayi, serta membuat bayi merasakan kepanasan. Apalagi dengan cuaca di Indonesia yang terkadang tak menentu. Bahan yang menyerap keringat dibutuhkan saat cuaca panas. Selain untuk menghindari ruam, bayi juga akan merasa lebih nyaman.

Apakah ruam akibat popok bisa berbahaya?

‘Berbahaya’ atau tidak tergantung pada penyebabnya. Berikut ini ada beberapa hal yang dapat menyebabkan ruam:

  • Membiarkan popok basah dan kotor dalam waktu lama
  • Infeksi jamur
  • Infeksi bakteri
  • Reaksi alergi terhadap popok
  • Diare

Namun, ruam di kulit bayi juga bisa muncul, karena mulai makan makanan padat dan meminum antibiotik (antibiotik bisa mempengaruhi air susu ibu). Beberapa ruam memang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pergi ke dokter.

Kapan saja harus membawa bayi saya ke dokter?

Seperti yang sudah disebutkan di atas, biarpun ruam terlihat nyeri, tapi bisa sembuh tanpa perawatan dari dokter. Namun, Anda tetap harus pergi ke dokter, ketika ruam mulai menjadi infeksi. Tanda-tanda yang bisa Anda kenali dapat berupa:

  • Lecet pada daerah popok
  • Demam
  • Kemerahan yang amat sangat
  • Bengkak
  • Bernanah atau keluar cairan di sekitar area popok
  • Ruam memburuk atau tidak hilang-hilang
  • Ruam berkembang menjadi jamur dan infeksi ragi yang disebut candida
  • Saat bayi Anda memperlihatkan tanda-tanda dia merasa sakit ketika memakai popok

sumber : hellosehat.com

Bagaimana Pendengaran Bayi di Usia 0-6 Bulan?

Bagaimana Pendengaran Bayi di Usia 0-6 Bulan?

Bagaimana Pendengaran Bayi di Usia 0-6 Bulan?

Bayi Anda sudah bisa mendengar dengan jelas sejak ia dilahirkan. Bahkan, ia dapat mendengar suara Anda dan suara-suara lainnya saat masih berada di dalam kandungan.

Seiring pertumbuhannya, bayi menggunakan telinga mereka sebagai alat utama untuk mendapatkan informasi tentang dunia di sekitarnya. Mendengar juga membuatnya mampu belajar bahasa dan merangsang perkembangan otak. Maka dari itu, sangatlah penting untuk mengidentifikasi dan menangani masalah pendengaran pada bayi sedini mungkin.

Bayi Anda akan menjalani tes pemeriksaan pendengaran tidak lama setelah kelahirannya. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan pendengaran di setiap pemeriksaan bayi.

Telinga bagian dalam sudah berkembang secara sempurna sejak kehamilan memasuki minggu ke-20, dan bayi Anda terlahir dengan pendengaran yang sudah sempurna – jadi bayi Anda sudah siap untuk mendengar dan belajar sejak lahir.

Tahap perkembangan pendengaran

Pada 6 bulan pertama hidupnya, bayi Anda sudah mampu untuk:

  • Memperhatikan suara-suara sejak ia lahir ke dunia, terutama suara yang bernada tinggi
  • Merespon suara-suara yang tidak asing (seperti suara ibu dan ayahnya) dan mungkin merasa terkejut saat mendengar suara keras yang tiba-tiba
  • Jika bayi Anda sensitif, ia akan terlihat terkejut setiap kali mendengar suara, namun jika bayi Anda lebih tenang ia akan mampu menerima berbagai suara dengan tenang pula
  • Terdiam saat ia mendengar suara yang familiar, bahkan mungkin merespon dengan membuat suara yang berbunyi seperti ‘uhh’.
  • Melihat langsung ke arah Anda saat dia mendengar suara Anda, dan berusaha menjawab dengan mengeluarkan suara degukan

Bayi Anda juga mungkin sudah dapat:

  • Bereaksi dengan semangat saat mendengar suara
  • Tersenyum saat mendengar suara anda
  • Mulai memperhatikan gerakan bibir Anda saat Anda berbicara, dan mencoba meniru Anda
  • Mulai berbicara suara konsonan seperti “m” dan “b”
  • Menyadari dari mana suara berasal dan sudah bisa menghadapkan mata atau kepalanya ke arah suara
  • Merespon suara yang halus dan pelan, asalkan dia tidak sedang sibuk dengan hal lain.

Peran Anda

Untuk membantu perkembangan bayi Anda, carilah cara untuk membuatnya mendengar berbagai macam suara. Berbicaralah padanya dan bacakan buku dongeng pada anak Anda, dimulai dari saat dia baru lahir. Tidak perlu menunggu sampai dia sudah mengerti. Bahkan saat bayi baru berusia beberapa minggu pun, mendengar suara Anda dapat membantu mengembangkan telinganya dan mempelajari bahasa. Fakta membuktikan bahwa berbicara pada bayi dengan memvariasikan nada suara, menggunakan aksen yang berbeda-beda, benyanyi, dan membuat suara-suara akan membuat koneksi Anda dan bayi lebih erat dan perkembangan bayi lebih terstimulasi. Ditambah lagi, lebih sering Anda bicara dan membaca untuknya, lebih banyak suara dan kata-kata yang ia pelajari untuk persiapannya belajar bicara.

Bayi Anda memiliki indera pendengaran yang sensitif, dan dia pun sangat memperhatikan suara-suara yang berada di sekitarnya. Ia sudah dapat membedakan banyak suara yang berbeda. Seperti kebanyakan bayi yang baru lahir, bayi Anda mungkin akan menunjukkan kesukaannya pada suara manusia dibandingkan suara yang lain. Bicaralah dengan lembut kepada bayi Anda, dan ini akan merangsang indera pendengarannya dengan cara yang bisa lebih ia nikmati. Jika Anda mendengar bayi Anda membuat beberapa suara, tirulah suara tersebut dan tunggu sampai ia membuat suara lainnya. Dengan ini, Anda mengajarkan pelajaran yang berharga tentang nada suara, kecepatan berbicara, dan cara berkomunikasi dengan orang lain.

Bayi Anda akan dibuat gembira dengan berbagai macam suara dan musik, jadi jangan hanya membatasinya dengan lagu anak-anak. Perdengarkanlah lagu favorit Anda kepada bayi buah hati.

Anda mungkin akan mendapati bayi Anda menyukai beberapa suara dan musik tertentu dibanding suara dan musik lainnya, karena ia sedang mengembangkan seleranya sendiri. Jangan heran jika suara lonceng atau jam yang berdetak juga dapat menghibur bayi Anda.

Bacakan sesuatu pada bayi Anda. Tak peduli masih seberapa kecil bayi Anda, ia akan tetap memperhatikan apapun yang Anda katakan. Mendengar Anda berbicara akan membantu bayi Anda untuk mengembangkan kemampuan berbahasa yang ia miliki.

Yang perlu Anda khawatirkan

Jika bayi Anda tidak merespon suara-suara keras dengan reaksi terkejut atau tidak pernah terlihat merespon suara Anda selama satu bulan pertamanya, beri tahukan pada dokter anak Anda sehingga ia dapat memastikan bayi Anda tidak memiliki potensi kehilangan pendengaran.

Sangatlah jarang bagi bayi untuk memiliki masalah pendengaran, namun terkadang hal tersebut dapat terjadi,  terutama jika:

  • Bayi Anda diharuskan masuk ke unit neonatal setelah lahir
  • Anda terkena rubella, toksoplasmosis, atau sitomegalovirus selama masa kehamilan
  • Ada riwayat kehilangan pendengaran di keluarga anda
  • Bayi anda terlahir prematur atau dengan berat yang ringan

sumber: hellosehat.com

Our Brands