Saat Sudah Menjadi Kakek Nenek Nanti, Jangan Lakukan 5 Hal Perusak Mental Ini pada Anak dan Cucu Kita!

Saat Sudah Menjadi Kakek Nenek Nanti, Jangan Lakukan 5 Hal Perusak Mental Ini pada Anak dan Cucu Kita!
Setiap manusia sih penginnya bisa punya umur panjang ya, Ma. Iya, saya juga, suami pun demikian. Penginnya suatu kali nanti, kita masih sempat menjadi kakek dan nenek dari anak-anak anak saya, bisa menimang mereka sebagai cucu dan memanjakan keluarga.

Pastinya akan membahagiakan kan ya, bisa berkumpul sebagai keluarga besar. Melihat anak-anak bahagia rumah tangganya, melihat pula perkembangan cucu, dan ikut menjadi bagian dari hidup mereka.

 

Namun, di samping cinta tak putus yang bisa kami berikan sebagai kakek dan nenek nantinya, kami pun manusia. Ada salah, bukankah itu wajar. Mungkin saja nanti kami juga melakukan kesalahan dan mempunyai kekurangan, dalam menjalankan peran kami sebagai kakek dan nenek.

Dan, saya sering melihat lho, berbagai sikap kakek dan nenek terhadap keluarga besarnya, yang yahhh ... mungkin saja mereka berniat baik sih, tapi dampaknya hmmm ... saya rasa akan membuat kondisi keluarga jadi kurang mengenakkan gitu, Ma.

Konon, saat kita berusia lanjut, sikap kita akan kembali seperti kanak-kanak kan ya, Ma. Ingin diperhatikan, ingin didengar, ingin diistimewakan. Sungguh, meski kita memang sudah berjuang lama untuk bisa membesarkan dan mendidik anak-anak, tapi sikap ingin diistimewakan karena kita adalah orang tua mereka seperti itu tuh kayaknya kok ya kurang tepat.

 

Beberapa hal yang (semoga) tak akan kita lakukan saat sudah menjadi kakek dan nenek kelak

 

Kepo, terlalu ingin tahu masalah rumah tangga

 

 

“Ngomongin masalah apa sih?”

Dan itu ditanyakan saat anaknya baru keluar dari kamar setelah ngobrol serius dengan pasangannya.

Duh, kan nggak gitu juga kan ya? Bukankah kalau sudah berumah tangga, persoalan yang terjadi seharusnya memang disimpan saja antara suami istri? Masa sih harus diceritakan sama orang tua juga?

Nggak enak banget kan, Ma, diinterogasi seperti itu?

Apalagi ini terjadi hampir setiap waktu karena Mama masih tinggal serumah dengan orang tua. Masa iya, mau tahu aja gitu sih.

Semoga, kelak, saya dan suami nggak begitu. Rumah tangga anak-anak biarkan anak-anak yang tahu, dan kemudian mencari penyelesaiannya. Saya, sebagai orang luar sekaligus orang tuanya, hanya akan berdoa saja semoga semua dilancarkan.

 

Menanyakan gaji atau penghasilan

 

Ditanya besarnya nominal gaji/penghasilan itu beneran deh, nggak enak! Iya kan, Ma? Terutama kalau penghasilannya pas-pasan. Apalagi kalau kemudian juga dibanding-bandingkan dengan penghasilan saudara lain.

Kalaupun penghasilannya besar, terus dihitung-hitung. Kok bisa cepat habis ya? Lalu dikomentari, gaji sebesar itu kok nggak bisa beli ini itu sih?

Aduh, please deh! Risih kan ya?

Makanya, semoga kita nanti nggak melakukannya pada anak-anak kita kelak ya, Ma. Jika memang kami tahu berapa gaji mereka, itu karena mereka yang dengan sukarela memberitahukannya pada kami, dan bukan karena kami yang menanyakannya.

Kalaupun enggak, ya memang nggak perlu kan kita tahu? Pada dasarnya, itu semua kan bisa kita lihat. Jika mereka terlihat cukup, maka bisa kita anggap nggak ada masalah yang berarti kan. Mau mereka kelola seperti apa pun keuangan keluarga mereka, itu menjadi urusan mereka.

Kita hanya perlu mengingatkan saja beberapa hal yang penting dan jangan sampai mereka lupa, misalnya seperti menyisihkan untuk zakat, infaq dan sedekah. Itu pun sekadar mengingatkan, tak perlu juga kepo ke mana mereka menyumbangkannya.

 

Ikut campur dalam mendidik anak-anak

 

Kakek dan nenek, mungkin karena sayang, seringkali ikut campur dalam mendidik anak-anak kita. Namun, seiring perkembangan ilmu parenting, cara kakek dan nenek bisa dibilang kurang sesuai lagi sekarang.

Misalnya, anak dilarang bermain pasir karena bisa mengotori rumah. Atau, saat si kakak dan adik bertengkar, kakek ataupun nenek segera membawa adik pergi, supaya permasalahan cepat selesai. Padahal, kita mungkin ingin membiarkan kakak dan adik bertengkar, demi memperkenalkan cara menyelesaikan masalah dan konflik sesuai ilmu parenting dewasa ini.

Bahkan, mungkin, ada juga kakek nenek yang juga ikut campur dalam memilih sekolah yang tepat bagi cucunya. Saat orang tua sudah memilihkan sekolah A, kakek atau nenek memaksakan kalau sang cucu harus sekolah di sekolah B.

Duh, seakan nggak sadar, bahwa kitalah orang tua anak-anak kita ya, Ma.

Semoga kelak, kita bisa untuk tidak mencampuri urusan pendidikan anak-anak. Toh itu sudah menjadi tanggung jawab orang tua cucu-cucu kita, yang adalah anak-anak kita kan? Sudah cukup mereka kita didik, pastilah mereka sudah tahu apa yang mereka lakukan. Beri saja support dan saran jika memang diminta. Kalau nggak diminta, ya sudah, biarkan saja mereka menyelesaikan permasalahan mereka sendiri.

 

Membentak atau mencubit dan memukul

 

Pendidikan parenting selalu berubah mengikuti perkembangan zaman.

Dulu, mungkin orang tua kita memang mendidik dengan cara keras dan disiplin tinggi (hingga sekarang). Nggak boleh ada bantahan dari anak-anak. Nggak ada diskusi atau musyawarah kalau perintah sudah terucap. Kritik itu tabu, apalagi kalau dari anak-anak pada orang tua. Bisa-bisa dibilang anak durhaka.

Mungkin tujuannya memang baik. Tapi, kita tahu, sesuai dengan ilmu parenting yang berkembang sekarang ini, caranya saja yang salah.

Pendidikan semacam itu nggak relevan lagi jika diterapkan untuk generasi sekarang. Kita nggak bisa lagi memukul atau mencubit anak untuk melatihnya disiplin. Ilmu parenting sekarang meyakini, bahwa mendidik anak dengan kekerasan akan melahirkan generasi yang penuh kekerasan juga. Bahkan kita pun harus membuka diri jika anak membantah, kita harus mendengarkan “pembelaannya”, lalu bila perlu memberikan nasihat. Kita juga harus nggak boleh gengsi meminta maaf pada anak jika memang kita yang bersalah.

Namun, kakek serta nenek juga manusia biasa. Kadang mungkin juga kesal pada anak-anak kita, yang ramai, berisik, membuat rumah kotor dan berantakan, dan seterusnya. Kakek dan nenek juga punya batas kesabaran. Saat kesabaran sudah habis, mungkin lantas tanganlah yang berbicara.

Duh, sakitnya hati orang tua yang menyaksikan anak-anaknya dipukul atau dicubit oleh orang lain, meski mungkin itu adalah kakek dan nenek sendiri.

Semoga kelak, kita kalau sudah menjadi kakek dan nenek dari cucu-cucu kita nggak melakukannya ya, Ma. Amin. 

 

Memberi label atau berkata hal yang tak baik tentang dan pada cucu

 

Semarah atau sekesal apa pun terhadap tingkah laku bocah-bocah kecil itu, jangan sampai kita mengatakan hal-hal yang tidak baik (kasar, atau umpatan) pada mereka ya, Ma.

Kita pastinya nggak ingin kan, kalau semua kata buruk yang kita lontarkan itu melekat dalam ingatan mereka lalu membentuk karakternya. Apalagi kalau kita sampai melabeli anak-anak, Ma.

Misalnya, melabeli anak dengan sebutan “anak nakal”, atau “ anak kurang ajar”, atau kata-kata buruk lainnya. Karena yang saya tahu, melabeli anak-anak dengan label buruk seperti itu hanya akan membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang kurang baik pula.

Tapi anak-anakku, semoga kalian akan tumbuh menjadi pribadi yang baik, shalih dan shalihah, dengan bekal doa dan didikan kami, orangtuamu. Kami pun tak ingin melabeli anak-anak kalian kelak dengan label yang buruk.

Mungkin, saat kita menjadi kakek nenek nanti, pendidikan parenting juga akan mengalami pergeseran lagi. Entah seperti apa. Namun, kita harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan itu, Ma. Sudah pasti akan sulit ya, Ma. Ya, kalau mau gampangnya, kalau memang nggak paham dengan perkembangan parenting yang baru, lebih baik diam.

Sekali lagi, tulisan ini ada sebagai bahan introspeksi diri kita sendiri. Pastinya, ada banyak sekali kebaikan dan jasa dari orang tua kita, dalam menjalankan perannya sebagai kakek dan nenek dari cucu-cucunya. Dan kita nggak akan bisa membalas semua kebaikan tersebut. 

Semoga kita tak akan membebani anak-anak kita di masa tua nanti ya, Ma. Dan, semoga hari ini hingga kelak kita senantiasa bisa memberikan yang terbaik untuk anak-anak dan cucu-cucu kita. Amin.

 

sumber : rockingmama.id

Post sebelumnya Post setelahnya

Our Brands