Menjadi Kakek dan Nenek? Siapa Takut!

Menjadi Kakek dan Nenek? Siapa Takut!

Banyak orang yang memiliki kekhawatiran bahkan ketakutan akan status baru yang disandangnya saat telah memiliki cucu. Seorang bapak bercerita kepada saya di ruang konseling tentang kegalauan ini. Rupanya ia terkena problme krisis perkembangan, sebagai seseorang yang berubah fungsi dan peran, dari orang tua menjadi kakek.

“Apa yang anda khawatirkan dengan status ini?” tanya saya.

“Jadinya saya sering diolok-olok oleh teman-teman kantor, Pak Cah.... Mereka bilang, setelah punya cucu kamu tidurnya sama nenek-nenek...” jawab lelaki tersebut.

“Lah apa masalahnya tidur dengan nenek? Kan anda memang kakek....”, jawab saya.

“Iya sih, tapi kan jadi bahan candaan. Makanya sekarang saya menyuruh istri saya untuk mengambil kuliah S-2, walau sudah tua”, jawabnya.

“Apa hubungannya?” tanya saya.

“Biar saya merasa lebih PD. Kalau teman-teman kantor mengolok-olok soal tidur, saya bisa menjawab dengan santai, bahwa saya sekarang tidur dengan mahasiswi...”, jawabnya.

Hah. Ada-ada saja....

Menjadi tua adalah kepastian, menjadi dewasa adalah pilihan. Begitu kata sebuah iklan. Semua manusia akan melewati fase-fase dalam kehidupan, yang harus dipersiapkan dengan baik. Inilah yang sering saya sampaikan dalam berbagai forum dan tulisan, bahwa “keluarga adalah organisme hidup”. Setiap hari selalu ada pertumbuhan dan perkembangan, selalu ada yang baru dalam kehidupan keluarga. Tidak pernah sama.

Saat pengantin baru, memiliki situasi yang khas. Setelah istri hamil, suasana sudah sangat berbeda. Saat lahir anak pertama, semakin lengkap kebahagiaan mereka, Suasana keluarga yang memiliki bayi, dengan ketika anak sudah remaja dan dewasa, sangat berbeda. Suasana keluarga dengan satu anak, berbeda dengan ketika memiliki dua, tiga, empat bahkan lebih, anak. Keluarga dengan anak-anak yang masih usia sekolah, berbeda dengan ketika anak-anak sudah mandiri dan menikah, hidup terpisah dari orang tua.

Setiap saat selalu mengalami fase dan suasana kehidupan yang sangat berbeda. Hingga akhirnya menjadi tua, memiliki menantu, dan akhirnya menjadi cucu. Ini menjadi sebuah perubahan yang sangat nyata dalam perjalanan suatu keluarga, Menjadi kakek dan nenek, adalah hal yang baru, berbeda dengan ketika dirinya menjadi ayah dan ibu dari anak-anak yang lahir dalam perkawinan mereka. Pembelajaran harus selalu berlanjut, karena akan selalu bertemu dengan hal-hal baru, suasana baru, kondisi baru, tantangan baru. Oleh karena itu juga memerlukan ilmu baru.

 

Kakek – Nenek, Anak dan Cucu : Dinamika Antar Generasi

 

Dilihat dari status dalam keluarga, kakek dan nenek yang hidup mandiri dalam sebuah rumah, tentu masih memiliki peran dan tanggung jawab dalam ruang lingkup rumah tangga yang mereka bangun sendiri. Namun dalam kaitan dengan rumah tangga yang dibangun oleh anak-anak mereka, kakek dan nenek bukanlah pemeran utama, bukan pula kepala rumah tangga. Kakek dan nenek, apabila di masa tua mereka hidup dalam keluarga salah seorang anaknya, hanyalah bagian dari anggota keluarga sang anak tersebut.

Suasana ini adalah hal baru bagi perjalanan hidup mereka, Dulu saat masih muda, mereka demikian power full dan berkuasa, namun saat sudah tua, bahkan dalam keluarga saja mereka sudah tidak bisa mengarahkan sepenuhnya. Untuk itu, perlu penyesuaian yang memadai, agar hubungan kekeluargaan antar-generasi tetap terjalin dengan bagus dan tidak menjurus kepada hubungan yang negatif.

Agar terjadi interaksi yang positif dan konstruktif antara kakek-nenek, anak dan cucu, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

  • Pahami posisi kakek dan nenek di dalam keluarga

Hendaknya dipahami hubungan dan peran sebagai kakek atau nenek. Jangan pernah lupa bahwa ada perbedaan mendasar antara menjadi orang tua dan menjadi kakek-nenek. Cucu adalah anak dari kedua orang tuanya, sehingga seluruh tanggung jawab pendidikan dan pengasuhan sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tuanya. Jika hubungan ini tidak dipahami dengan jelas, bisa timbul konflik antara kakek nenek dengan orang tua si cucu. Seakan-akan berebut dalam hak pendidikan dan pengasuhan.

Seringkali orang tua dari si cucu merasa kakek nenek terlalu mencampuri dalam hal mengurus anak. Atau ada konflik “visi” dalam pendidikan anak. Orang tua memiliki idealisme sendiri dalam proses pendidikan anak mereka sesuai dengan tantangan zamannya, sementara kakek dan nenek selalu berorientasi kepada masa lalu. “Dulu, mendidik anak itu tidak begitu caranya”, begitu kakek dan nenek mengekspresikan perbedaan itu.

Benturan seperti ini bisa dihindari dengan memberikan hak sepenuhnya kepada orang tua untuk mendidik anak mereka. Kakek dan nenek sebaiknya mengambil sikap mendukung secara positif. Tentu saja tetap boleh memberikan masukan untuk mengingatkan agar keluarga yang dibentuk anak-anaknya selalu berada dalam koridor kebaikan. Namun jangan sampai mengambil alih peran pendidikan dan pengasuhan, yang menyebabkan orang tua dari si cucu merasa tercerabut haknya untuk mendidik anaknya sendiri.

  • Persiapkan mental sebagai kakek dan nenek

Jika cucu pertama akan segera lahir, persiapkan diri secara mental spiritual untuk menjadi kakek dan nenek. Diskusikan secara baik-baik dengan orang tua si calon cucu, agar mereka bisa menerima pengaruh kehadiran kakek dan nenek dalam penjagaan dan pengasuhan cucu. Bersikap tepat sebagai kakek nenek akan menjadi kunci keharmonisan hubungan antara kakek-nenek, orang tua dan cucu.

Komunikasi yang bagus menjadi hal yang sangat penting dalam berhubungan dengan anak dan cucu. Jangan mengambil alih peran orang tua si cucu dalam pendidikan dan pengasuhannya, walaupun kakek dan nenek merasa lebih baik dalam mengasuh anak. Semua orang tua yang baru memiliki bayi, akan mengalami rasa gamang sehingga memerlukan dukungan positif dari keluarga besar. Orang tua harus diberikan kesempatan belajar seluas-luasnya, bahkan ketika harus melakukan kesalahan dalam pola pendidikan, untuk bisa mengambil pelajaran terbaik.

Menjadi kakek dan nenek adalah peristiwa yang wajar, natural dan bahkan merupakan anugerah serta kenikmatan dari Tuhan YME. Tidak semua orang diberi kesempatan dan umur panjang untuk menimang dan membersamai cucu. Maka hendaknya disyukuri dan dinikmati, bahwa posisi sebagai kakek dan nenek adalah hal indah yang Tuhan berikan dalam sebuah keluarga. Jangan takut dan cemas memiliki status baru sebagai kakek dan nenek.

  • Bahagia menemani tumbuh kembang cucu

Kakek dan nenek yang meluangkan waktu dan senang untuk menemani kegiatan cucu, akan memberikan pengaruh positif dalam hubungan di antara mereka. Walaupun dunia kakek dan nenek sangat berbeda dengan dunia si cucu, namun selalu ada hal yang bisa menghubungkan di antara mereka. Kakek dan nenek yang bersedia menghadiri pertandingan olah raga atau pertunjukan seni si cucu, akan sangat membahagiakan kedua belah pihak. Bukan hanya membahagiakan cucu, namun juga membahagiakan kakek dan nenek.

Sesekali waktu kakek dan nenek bahkan bisa minta si cucu untuk mengajak teman-temannya menemui mereka. Kakek dan nenek bisa berbagi kisah-kisah mereka di masa anak-anak dan masa remaja kepada cucu. Hal ini sekaligus membuat cucu mulai memiliki minat untuk mengetahui sejarah keluarga. Cucu mulai terbiasa mengerti dan menikmati berbagai cerita tentang kisah-kisah heroisme di masa lalu, yang sekaligus bisa menjadi bagian dari pendidikan nilai terhadap si cucu.

Dengan cara seperti itu, kakek dan nenek bisa ikut menemani dan mengawasi si cucu dalam masa tumbuh kembangnya. Kakek dan nenek juga bisa mendapatkan kebahagiaan dari kontribusi terhadap kegiatan si cucu, sehingga bisa mengisi hari-hari di masa tua dengan hal yang positif dan produktif.

  • Menjadi teladan dalam kebaikan

Kakek dan nenek harus menjadi teladan bagi sang cucu dalam kebaikan. Kakek dan nenek yang rajin beribadah, akan memberikan pengaruh positif bagi cucu. Mengajak cucu ke tempat ibadah, melatih cucu melakukan rutinitas ibadah, mengajak cucu senang membantu orang lain, adalah aktivitas yang akan sangat membekas pada cucu hingga dewasa kelak. Interaksi seperti ini akan sekaligus menguatkan spiritualitas sang cucu sejak masih kecil. Memberikan contoh dengan sikap dan perbuatan nyata, lebih bermakna daripada sekedar kata-kata.

Kakek dan nenek juga harus menunjukkan kepada cucu, bahwa walaupun mereka sudah berusia lanjut, namun hidup bisa tetap penuh dengan aktifitas dan semangat. Bukan orang yang hanya duduk-duduk sambil menonton TV dan tidak memiliki kegiatan produktif. Kakek dan nenek bisa memberikan contoh bahwa mereka tetap belajar, membaca buku, mengikuti kegiatan kemasyarakat, kegiatan organisasi, dan aneka kesibukan lain yang positif dan produktif.

  • Jadikan interaksi dengan cucu sebagai “hiburan” yang produktif di masa tua

Salah satu hal yang membahagiakan orang di masa tuanya adalah tetap produktif dan bermanfaat bagi orang lain. Ternyata, hubungan erat antara kakek-nenek dan cucunya memiliki peran yang sangat penting dalam keharmonisan dan kesehatan keluarga. Penelitian ilmiah menemukan, kualitas hubungan antara generasi kakek-nenek dan cucu ini memengaruhi kesejahteraan mental keduanya.

Para peneliti mempelajari 376 kakek-nenek dan 340 cucu. Kesehatan mental mereka dipantau sejak tahun 1985 sampai 2004. Peneliti menemukan, kakek-nenek dan cucu yang akhirnya dewasa yang memiliki kedekatan secara emosional memiliki lebih sedikit gejala depresi, demikian dilaporkan Sara Moorman, profesor sosiologi di Boston College, Amerika Serikat.

Peneliti mengatakan, hubungan antara anggota keluarga meningkatkan tingkat harapan hidup. Hubungan ini bisa menjadi sumber dukungan di seluruh kehidupan masyarakat. Hasil penelitian juga menunjukkan, selain menjaga kesehatan mental, kedekatan emosional ini akan membuat kakek-nenek merasa berharga. Misalnya ketika kakek dan nenek bisa membantu si cucu, meski si cucu sudah beranjak dewasa.

Di antara para peserta penelitian, kakek-nenek yang merasa independen dan bisa memberikan nasihat kepada cucu mereka atau sesekali membelikan hadiah kepada cucu mereka akan memiliki gejala depresi lebih sedikit. Sementara itu, kakek-nenek yang hanya menerima bantuan (tanpa memberi bantuan kepada cucunya) menunjukkan gejala depresi yang lebih tinggi.

Temuan juga menunjukkan, kemandirian kakek-nenek dalam hal memberi bantuan kepada cucu, akan membantu menangkal efek merugikan dari penuaan yang mengganggu mental dan kesejahteraan emosional kakek-nenek. Kuncinya, semua orang merasa senang jika mereka dibutuhkan dan bisa memberi kontribusi bagi yang lain. Dengan cara seperti itu, mereka merasa hidup mereka lebih berharga.

Para peneliti menyatakan, semakin besar dukungan emosional diantara kakek-nenek dan cucu, semakin baik pula kesehatan psikologis mereka. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa memberikan atau menerima dukungan nyata dari cucu-cucu mereka akan mempengaruhi kesehatan psikologis si kakek-nenek.

Dukungan nyata (tangible support) atau dukungan instrumental yang diberikan si cucu terhadap kakek-neneknya bisa berupa menemani mereka berbelanja, memberinya uang atau hadiah lainnya, membantu membersihkan rumah, mengajak rekreasi, dan lain sebagainya. Selain efek positif kesehatan mental, kakek-nenek merasa wajib memberikan timbal balik dari dukungan dan perhatian yang diberikan cucunya. 

 Kakek-nenek yang intens berkomunikasi kepada cucu dengan memberi saran, membelikan hadiah, atau membayari cucu makan siang, diketahui memiliki gejala depresi lebih sedikit dibanding mereka yang hanya menerima pertolongan dari cucunya tanpa memberikan imbal balik kepada cucu. Penelitian ini dengan jelas menunjukkan, bahwa interaksi kakek dan nenek dengan cucu mereka, bisa menjadi hal yang menghibur dan bahkan menyehatkan jiwa.

Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan dalam rangka untuk membangun suasana yang positif dn konstruktif dalam hubungan antar generasi. So, jangan takut menjadi kakek dan nenek. Nikmati saja semua peran sesuai perjalanan usia pribadi kita dan perjalanan usia keluarga.

 

sumber : kompasiana.com

Post sebelumnya Post setelahnya

Our Brands