News

Hati-hati, Ini Bahayanya bila Bayi Sering Dicium

Hati-hati, Ini Bahayanya bila Bayi Sering Dicium

Hati-hati, Ini Bahayanya bila Bayi Sering Dicium

 

Siapa yang tidak gemas melihat bayi mungil dan lucu? Karena ingin menunjukkan rasa sayang, banyak orang yang senang memeluk dan mencium bayi. Meski demikian, ternyata hal ini tidak baik dilakukan, lho. Pasalnya, jika bayi sering dicium, maka ia akan lebih rentan terkena penyakit infeksi.

Berbeda dengan orang dewasa, bayi memiliki daya tahan tubuh yang masih lemah. Hal ini membuat tubuh bayi rentan terinfeksi kuman dan virus yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan.

Hati-hati, Ini Bahayanya bila Bayi Sering Dicium - Alodokter

Hati-hati bila Bayi Dicium

Kuman dan virus penyebab penyakit infeksi bisa menetap di bagian tubuh mana pun, tak terkecuali hidung dan mulut. Saat bayi dicium, kuman dan virus tersebut akan berpindah ke mulut dan wajah bayi, sehingga menyebabkan bayi lebih berisiko terserang penyakit apabila ia sering dicium.

Beberapa penyakit infeksi yang berisiko terjadi pada bayi yang sering dicium meliputi:

1. Herpes simpleks

Salah satu penyakit yang bisa menimpa Si Kecil jika ia dicium oleh orang lain adalah penyakit herpes yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 (HSV 1).

Herpes pada bayi dapat menyebabkan Si Kecil mengalami beberapa gejala, seperti:

  • Lebih rewel atau tampak kesakitan.
  • Muncul luka dan lepuhan serta ruam pada bibir dan kulit di sekitarnya.
  • Demam.
  • Kurang mau menyusui atau makan.
  • Gusi merah dan bengkak.
  • Muncul benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening.

Jika Bunda mendapati adanya tanda gejala tersebut pada bayi, segeralah bawa Si Kecil ke dokter agar lekas mendapat penanganan. Jika penanganan tidak segera dilakukan, akan semakin besar risiko virus HSV menyebar ke bagian tubuh lain dan menimbulkan komplikasi serius, seperti gangguan penglihatan, herpes genital, dan kerusakan otak.

Untuk menangani penyakit ini, dokter biasanya meresepkan obat-obatan antivirus. Setelah kondisi berhasil ditangani, Bunda dianjurkan untuk tetap periksakan kondisi kesehatan Si Kecil secara rutin ke dokter. Hal ini dikarenakan bayi yang pernah terkena herpes bisa mengalami kekambuhan di kemudian hari.

2. Kissing disease (mononukleosis)

Bayi yang sering dicium bisa terkena penyakit yang disebut mononukleosis. Virus Epstein-Barr merupakan penyebab penyakit ini. Karena virus ini terdapat pada liur, maka penularannya tak hanya terjadi ketika seseorang yang terinfeksi mencium bayi, tapi juga saat orang tersebut batuk atau bersin di dekatnya.

Bayi yang menderita penyakit ini akan menunjukkan tanda dan gejala berupa:

  • Demam.
  • Tampak lemas dan kurang mau bermain.
  • Rewel karena kesakitan.
  • Ruam kulit.
  • Kurang mau makan atau menyusui.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening.

Apabila Bunda menyadari bahwa Si Kecil mengalami gejala-gejala kissing disease, secepatnya temui dokter untuk mendapat pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut. Tanpa penanganan yang cepat dan tepat, bayi bisa berisiko tinggi untuk terkena sejumlah komplikasi serius, seperti pembesaran limpa, penyakit kuning, dan kerusakan organ hati.

3. Sariawan karena infeksi jamur Candida (thrush)

Jamur Candida adalah mikroorganisme normal yang menumpang hidup di dalam mulut, kulit, dan saluran pencernaan setiap orang dewasa. Saat seseorang mencium bayi, maka jamur ini bisa berpindah ke dalam mulut bayi

Jika hal ini terjadi, maka bayi yang sering dicium tersebut akan rentan mengalami sariawan mulut akibat infeksi jamur Candida.

Bayi yang terkena infeksi jamur di mulutnya akan mengalami tanda gejala berupa muncul bercak-bercak atau lapisan putih di dalam mulut, lidah, langit-langit, serta gusinya, sudut mulut bayi tampak kering dan pecah-pecah, rewel, dan kurang mau menyusui karena mulutnya terasa perih.

Untuk mengobatinya, diperlukan pemberian obat antijamur yang bisa didapatkan dari resep dokter. Jika bayi diberi ASI, maka pemberian ASI bisa dilanjutkan.

4. Meningitis bakteri

Meningitis yang diakibatkan oleh infeksi bakteri merupakan kondisi serius yang dapat membahayakan nyawa bayi. Saat terkena meningitis, bayi akan menunjukkan gejala-gejala berupa:

  • Lemas dan tidak aktif bergerak.
  • Demam.
  • Kejang.
  • Leher kaku.
  • Muntah-muntah dan tidak mau makan atau menyusui.
  • Cenderung tertidur dan sulit dibangunkan.

Bayi yang terkena meningitis bakteri perlu mendapatkan penanganan dari dokter anak di rumah sakit secepat mungkin. Penyakit ini membutuhkan pengobatan dengan antibiotik yang diberikan melalui suntikan lewat infus. Jika kondisi bayi sudah parah, ia akan membutuhkan perawatan di ruang PICU.

Apabila terlambat ditangani, bayi yang terkena meningitis bakteri bisa mengalami komplikasi fatal, seperti sepsis dan kerusakan otak permanen. Kerusakan otak ini bisa menyebabkan bayi mengalami cacat, misalnya kehilangan fungsi pendengaran, gangguan tumbuh kembang, maupun lumpuh.

5. ISPA

Risiko lain yang dapat menimpa bayi jika sering dicium adalah terkena ISPA atau infeksi saluran pernapasan akut. Penyakit ISPA paling sering disebabkan oleh infeksi virus, namun terkadang juga bisa disebabkan oleh bakteri.

Sama seperti beberapa kondisi di atas, virus atau bakteri penyebab ISPA juga terkandung di air liur dan dapat ditularkan tak hanya saat mencium bayi, tapi juga saat orang tersebut batuk atau bersin di dekat bayi.

Bayi yang terserang ISPA akan mengalami beberapa gejala, seperti batuk pilek, sering bersin, demam, sesak napas disertai napas berbunyi, tampak lemas, dan kurang mau menyusui atau makan.

Jika disebabkan oleh infeksi virus, maka ISPA pada bayi dapat membaik dengan sendirinya. Namun jika disebabkan oleh bakteri, maka penyakit ini perlu diobati dengan antibiotik. Selama pemulihan, pastikan bayi cukup minum ASI atau makan guna mencegah dehidrasi.

Karena ada banyak bahaya yang dapat menimpa bayi jika ia sering dicium, maka mulai sekarang hindarilah untuk mencium bayi atau membiarkan bayi dicium oleh orang lain. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan Si Kecil.

Jika ingin menyentuh bayi, pastikan Anda sudah mencuci tangan hingga bersih dengan air dan sabun atau hand sanitizer sebelum memegang dan menggendong bayi. Selain itu, jangan lupa pula untuk menepati jadwal vaksinasi bayi, dan periksakan kesehatannya secara rutin ke dokter anak.

 

 

sumber : alodckter.com

Ini Cara Ampuh Mengatasi Ketombe pada Anak

Ini Cara Ampuh Mengatasi Ketombe pada Anak

Ini Cara Ampuh Mengatasi Ketombe pada Anak

Meski bukan masalah medis yang serius, ketombean bisa membuat anak tidak percaya diri dan bahkan menghambat aktivitasnya. Nah, tidak perlu risau, Bun. Ada beberapa cara yang bisa diterapkan untuk mengatasi keluhan ini. Yuk, perhatikan langkah-langkahnya!

Ketombe merupakan hal yang wajar terjadi, terutama saat anak mulai memasuki usia pubertas. Ketombe pada anak bisa menimbulkan rasa gatal yang membuat ia ingin terus menggaruk kepalanya. Hal ini bisa membuat kulit kepalanya memerah dan terasa sakit. Bila tidak diatasi, ketombe bahkan bisa menyebabkan kerontokan rambut.

Ini Cara Ampuh Mengatasi Ketombe pada Anak - Alodokter

Langkah Tepat Mengatasi Ketombe pada Anak

Ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab munculnya ketombe pada anak. Ketombe biasanya muncul bila anak:

  • Kurang terjaga kesehatan rambutnya
  • Memiliki kulit kepala yang cenderung kering
  • Menggunakan produk perawatan rambut yang tidak cocok dengan kulit kepalanya
  • Memiliki penyakit kulit tertentu, seperti eksim, psoriasis, dan infeksi jamur

Berikut ini adalah langkah yang bisa Bunda terapkan untuk mengatasi ketombe yang membandel di kepala Si Kecil:

1. Cuci rambut anak secara teratur

Jika tergolong ringan, masalah ketombe pada anak biasanya bisa membaik dengan mencuci rambut setiap 2 hari sekali. Tujuannya adalah untuk mengurangi minyak di kulit kepala dan membersihkan ketombe agar tidak menumpuk. Gunakan sampo dengan formulasi ringan, ya, Bun.

Selagi mencuci rambutnya, ajari Si Kecil cara memijat kepalanya sendiri dengan lembut saat keramas. Dengan begitu, Si Kecil bisa membiasakan diri untuk membersihkan rambutnya secara mandiri. Ajarkan pula ia cara membilas rambutnya hingga benar-benar bersih.

2. Gunakan obat ketombe

Bila sampo saja tidak cukup untuk mengatasi ketombe Si Kecil, Bunda bisa menggunakan sampo yang mengandung obat antiketombe, seperti selenium sulfida, zinc, atau ketoconazole. Sampo ini biasanya bisa dibeli di apotek.

Saat mencuci rambut anak dengan sampo ini, diamkan busa sampo di kulit kepalanya selama 5 menit sebelum dibilas. Umumnya, obat ketombe pada anak bisa digunakan setiap hari. Bila ketombe sudah membaik, kurangi penggunaan menjadi 2 kali dalam seminggu atau gunakan selang-seling dengan sampo biasa.

Untuk mendapatkan hasil terbaik, baca terlebih dahulu petunjuk pemakaian sampo antiketombe dengan saksama, ya, Bun. Masing-masing sampo biasanya memiliki aturan pemakaian yang berbeda, tergantung pada bahan aktif yang dikandungnya.

3. Oleskan tea tree oil

Minyak pohon teh atau tea tree oil memiliki sifat antibakteri dan antiradang. Sampo yang mengandung minyak ini terbukti dapat meringankan masalah ketombe pada anak. Namun, keamanannya pada anak usia di bawah 14 tahun belum bisa dipastikan.

Bila Bunda ingin menggunakan tea tree oil untuk mengatasi ketombe Si Kecil, campur minyak ini dengan air dan oleskan ke kulit kepalanya beberapa kali seminggu. Namun, sebaiknya konsultasikan dulu dengan dokter sebelum memakaikan minyak ini pada Si Kecil.

4. Perbanyak konsumsi asam lemak omega-3

Makanan yang mengandung asam lemak omega-3 tidak hanya dapat mendukung perkembangan otak dan mata anak, tetapi juga bisa menjaga kesehatan kulit, termasuk kulit kepalanya.

Asam lemak omega-3 dapat mengontrol produksi minyak dan mengatur kelembapan kulit kepala. Selain itu, asam lemak ini juga bisa mengurangi peradangan dan iritasi, sehingga dapat meringankan gatal akibat ketombe.

Asam lemak omega-3 bisa didapat dari makanan laut, seperti salmon, tuna, makerel, herring, atau sarden, serta kacang-kacangan dan biji-bijian, seperti kacang kenari atau chia seed.

Ketombe pada anak merupakan masalah kulit yang sebenarnya ringan, tapi bisa sangat mengganggu. Untungnya, masalah ini biasanya dapat diatasi dengan perawatan mandiri di rumah. Bunda bisa mencoba beberapa cara di atas agar ketombe pada kepala Si Kecil hilang dan tidak muncul kembali.

Jika ketombe tidak kunjung membaik setelah 2–3 minggu perawatan di rumah atau Si Kecil tetap sering menggaruk-garuk kepalanya, sebaiknya Bunda memeriksakan Si Kecil ke dokter untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.

Bunda, Ini Lho Penyebab Bayi Lambat Tengkurap dan Cara Melatihnya

Bunda, Ini Lho Penyebab Bayi Lambat Tengkurap dan Cara Melatihnya

Bunda, Ini Lho Penyebab Bayi Lambat Tengkurap dan Cara Melatihnya

 

“Bayiku kok belum bisa tengkurap, ya?”. Jika pertanyaan ini muncul dalam benak Bunda, jangan khawatir dulu, Bun. Untuk bisa tengkurap, setiap bayi membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Namun, ini bisa dipercepat dengan melatihnya sejak awal.

Bayi umumnya butuh waktu sekitar 5–6 bulan untuk bisa berguling dari posisi telentang ke posisi tengkurap. Sebelum itu, coba perhatikan apakah Si Kecil mulai sering menggeser badan atau menggerak-gerakkan lengan dan kakinya. Ini adalah tanda Si Kecil siap berguling dan tengkurap.

Penyebab Bayi Lambat Tengkurap dan Cara Melatihnya

Ada beberapa kondisi yang bisa menyebabkan bayi lambat tengkurap. Salah satunya adalah lahir prematur. Bayi prematur biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk mengembangkan keterampilan bergeraknya dibandingkan bayi normal.

Selain itu, ada beberapa kelainan yang dapat menyebabkan kemampuan bergerak bayi terganggu, antara lain:

Kelainan ini terjadi karena faktor genetik dan biasanya terjadi sejak bayi lahir. Jadi, selama Si Kecil masih ceria, aktif menggerakkan kaki dan tangannya, apalagi masih berusia di bawah 5 bulan, Bunda tidak perlu khawatir. Mungkin saja ini memang belum saatnya ia tengkurap.

Untuk melatih Si Kecil agar bisa cepat tengkurap, Bunda bisa melakukan beberapa cara berikut ini:

Tengkurapkan bayi selama beberapa menit

Sejak Si Kecil lahir Bunda sudah bisa, lho, melatihnya tengkurap beberapa kali sehari. Ini juga sering disebut dengan tummy time. Namun, Bunda harus selalu mengawasinya, terutama saat Si Kecil masih belum bisa mengangkat kepala sendiri. Meninggalkan bayi tanpa pengawasan saat sedang tengkurap dapat meningkatkan risiko terjadinya sudden infant death syndrome (SIDS).

Saat pertama kali ditengkurapkan, bayi mungkin akan merasa tidak nyaman dengan posisi ini. Agar Si Kecil nyaman, Bunda bisa mulai melatihnya tengkurap di atas dada Bunda terlebih dahulu sebelum menengkurapkan di kasur atau lantai. Jangan lupa untuk mengajak Si Kecil bicara atau bermain agar ia merasa nyaman.

Bantu bayi berguling ke posisi tengkurap

Jika sewaktu-waktu Si Kecil terlihat seperti ingin membalikkan badan namun kesulitan, bantulah ia dengan mendorong tubuhnya secara perlahan hingga ke posisi tengkurap.

Latih bayi tengkurap dengan mainan

Si Kecil bisa juga rewel dan menunjukkan rasa tidak suka ketika Bunda melatihnya untuk tengkurap. Jangan bingung, Bunda bisa menaruh mainan di depan Si Kecil untuk mengalihkan perhatiannya.

Selain itu, menaruh mainan di depan Si Kecil selama tengkurap bisa membuatnya mengangkat kepala dan menopang badan menggunakan lengannya. Posisi seperti ini dapat melatih otot leher dan lengannya dan membuatnya lebih kuat untuk bisa tengkurap sendiri.

Hal penting lain yang harus Bunda ingat adalah jangan terlalu sering menggendong Si Kecil atau menaruhnya di bouncer maupun stroller. Ini dikhawatirkan akan membatasi kesempatannya untuk bergerak dan melatih kekuatan ototnya.

Penyebab bayi lambat tengkurap biasanya tidak serius. Selama Si Kecil sehat dan aktif, Bunda tidak perlu khawatir. Cobalah lakukan cara-cara di atas agar ia cepat tengkurap. Namun, jika usia Si Kecil sudah 5 bulan dan tetap belum bisa tengkurap meski sudah sering dilatih, sebaiknya konsultasikan kondisi Si Kecil ke dokter.

 

sumber : https://www.alodokter.com/

Kenali Tanda-tanda Bayi Mengalami Dehidrasi

Kenali Tanda-tanda Bayi Mengalami Dehidrasi

Kenali Tanda-tanda Bayi Mengalami Dehidrasi

 

Bayi dan anak-anak rentan mengalami dehidrasi. Saat Si Kecil mengalami dehidrasi, ia tidak bisa berbicara pada Anda. Padahal, kondisi kekurangan cairan tubuh ini bisa berbahaya baginya, terlebih jika tidak ditangani dengan benar. Yuk, ketahui tanda-tanda bayi mengalami dehidrasi di sini.

Dehidrasi terjadi ketika tubuh tidak mendapat cukup cairan sehingga kinerja organ tubuh terganggu. Kondisi ini paling mudah menghampiri bayi, sebab berat tubuhnya yang masih rendah, ditambah laju metabolisme pada bayi yang lebih tinggi jika dibandingkan orang dewasa. Sehingga, membuatnya sensitif jika kehilangan cairan, walau jumlahnya sedikit.

Kenali Tanda-tanda Bayi Mengalami Dehidrasi - Alodokter

Penyebab dan Tanda Bayi Dehidrasi

Selain beberapa hal di atas, bayi yang fungsi kekebalan tubuhnya masih lemah dan berkembang rentan terserang infeksi. Saat sakit, tubuh bayi berisiko tinggi mengalami dehidrasi.

Berikut beberapa faktor lain yang juga bisa membuat bayi dehidrasi, yaitu:

Demam

Demam adalah kondisi yang sering membuat bayi dehidrasi. Ketika demam, terjadi penguapan air berlebih dari kulitnya karena suhu panas. Kemudian Si Kecil akan banyak berkeringat karena tubuh berusaha menurunkan suhu tubuhnya. Semakin tinggi demam yang dialami Si Kecil, maka kemungkinan dia mengalami dehidrasi lebih tinggi.

Diare dan muntah

Dua kondisi ini sering terjadi ketika saluran cerna bermasalah, seperti saat sedang terkena gastroenteritis.
Saat diare menyerang, bayi tidak bisa menyerap cairan dari ususnya dengan baik, sementara cairan banyak yang terbuang karena terus-menerus buang air besar.
Muntah juga membuat cairan tubuhnya terkuras. Kedua kondisi ini bisa membuatnya demam, sehingga cairan yang keluar pun juga lebih banyak.

Kurang minum

Kurangnya cairan seperti saat tidak mendapat asupan ASI yang cukup, bisa membuat bayi Anda mengalami dehidrasi. Beberapa kemungkinan yang membuatnya menolak untuk minum adalah sedang tumbuh gigi, pilek, sariawan, atau penyakit mulut lainnya. Kondisi tersebut bisa membuat mulut dan tenggorokannya nyeri dan tidak nyaman saat minum.

Berkeringat

Udara panas atau memakai baju berlapis-lapis bisa membuat Si Kecil mengeluarkan banyak keringat dan membuat cairan tubuhnya terkuras.

Dehidrasi memiliki tingkatan, ada yang ringan dan mudah ditangani, sedang, atau parah. Dehidrasi parah bisa bisa mengancam nyawa jika tidak segera diobati. Berikut ciri-ciri dehidrasi ringan dan sedang:

  • Mulut dan bibirnya terlihat kering.
  • Tidak ada air mata saat menangis.
  • Tampak rewel dan kurang mau bermain.
  • Tidak kuat menyusu seperti biasa.
  • Warna urine tampak lebih gelap dan baunya lebih menyengat dari biasanya.
  • Popoknya kering, padahal sudah dipakai lebih dari 6 jam.

Sedangkan dehidrasi yang sangat parah ditandai dengan:

  • Tangan dan kakinya yang terasa dingin.
  • Tubuh terlihat pucat.
  • Mata dan ubun-ubun Si Kecil tampak
  • Sangat lemas dan mengantuk.
  • Sesak napas.
  • Tekanan darah rendah.

Tangani Dehidrasi dengan Benar

Jika tidak segera ditangani, dehidrasi bisa membahayakan Si Kecil. Jadi, jika melihat tanda-tanda bayi mengalami dehidrasi segeralah lakukan hal-hal di bawah ini:

  • Jika Si Kecil mengalami diare, demam, atau keringat berlebih, berikan ASI atau susu formula lebih banyak dari biasanya. Minuman elektrolit, seperti oralit, juga bisa diberikan jika bayi berusia di atas 3 bulan.
  • Apabila cairan tubuhnya berkurang akibat muntah, jangan langsung memberinya cairan dalam jumlah yang banyak sekaligus. Coba berikan cairan dalam jumlah sedikit namun sering. Cairan yang bisa Anda berikan yaitu ASI, susu formula, atau minuman elektrolit. Anda bisa memberinya sesendok cairan tiap 10 menit selama beberapa jam. Setelah kondisinya terlihat membaik, berikan 2 sendok tiap 5 menit.
  • Rasa sakit pada mulut bayi yang membuatnya menolak untuk minum bisa diatasi dengan memberinya obat-obatan, seperti paracetamol. Obat ini juga bisa diberikan untuk membantu meredakan demam. Obat ini bisa diberikan jika bayi sudah berusia 6 bulan ke atas.

Diare akibat infeksi pada saluran cerna bayi paling sering disebabkan oleh virus. Kondisi ini akan membaik dengan sendirinya jika perawatan di rumah memadai. Karena itu, pemberian obat sakit perut anak tidak selalu dibutuhkan, kecuali atas dasar anjuran dokter.

Pemberian obat antibiotik tidak perlu diberikan setiap kali anak diare, obat ini hanya efektif jika Si Kecil mengalami diare karena infeksi bakteri. Karena itu, penting untuk memeriksakan kondisi Si Kecil ke dokter untuk menentukan penyebab dehidrasinya.

Selain cara-cara di atas, bila Si Kecil dehidrasi karena udara panas, Anda bisa memberikan cairan lebih banyak dari biasanya dan menyejukkan suhu ruangan dengan AC atau kipas angin. Pemberian cairan yang cukup juga bisa membantu menurunkan suhu tubuh bayi, selain dengan pemberian obat dokter.

Segera periksakan Si Kecil ke dokter anak jika dehidrasi yang dialaminya parah, atau tidak kunjung membaik. Jika dehidrasi yang dialaminya berat, atau kondisinya semakin lemah, maka Si Kecil perlu mendapatkan perawatan dan pemantauan ketat di rumah sakit.

Kenali Penyebab dan Cara Mengatasi Alergi Pada Bayi

Kenali Penyebab dan Cara Mengatasi Alergi Pada Bayi

Kenali Penyebab dan Cara Mengatasi Alergi Pada Bayi

 

Alergi pada bayi merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dikeluhkan. Alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap zat asing yang dihirup, disuntikkan, tertelan, atau bahkan tersentuh.

Meski umum diderita oleh bayi, namun menentukan apa penyebab alergi pada bayi seringkali tidak mudah. Sebenarnya faktor apa saja yang mungkin menyebabkan alergi pada bayi dan seperti apa penanganannya?

Penyebab Alergi pada Bayi

Faktor genetik sering memainkan peran penting dalam terjadinya alergi pada bayi. Jika kedua orang tua memiliki riwayat alergi, maka bayi dapat berisiko mengalami alergi hingga 70%. Faktor lain yang sering menjadi penyebab terjadinya alergi pada bayi adalah makanan dan lingkungan. Alergi karena lingkungan sendiri lebih jarang ditemui dibandingkan alergi yang disebabkan oleh makanan.

Beberapa makanan yang paling sering menyebabkan alergi antara lain kacang, susu, telur, kerang, dan ikan. Sementara itu, alergi yang disebabkan oleh lingkungan, biasa terjadi saat Si Kecil menginjak usia 18 bulan. Pada usia tersebut, anak bisa menunjukkan alergi terhadap benda-benda yang ada di dalam maupun di luar ruangan, seperti serbuk sari, tungau, bulu hewan, jamur, dan kecoak.

Ada juga beberapa penyebab lain alergi pada bayi. Misalnya saja gigitan serangga yang bisa menyebabkan kulit membengkak, gatal, dan memerah. Lalu ada obat-obatan dan bahan kimia tertentu, seperti detergen, yang bisa menyebabkan alergi pada bayi.

Gejala Alergi pada Bayi

Jika menderita alergi akibat salah satu faktor di atas, bayi biasanya akan menunjukkan beberapa gejala berikut:

  • Bengkak pada wajah, bibir, dan lidah.
  • Muntah-muntah.
  • Diare.
  • Gatal-gatal atau kulit terdapat bilur-bilur menyerupai bekas luka.
  • Batuk-batuk atau bersin-bersin.
  • Kulit memerah atau ruam.
  • Susah bernapas.
  • Hilang kesadaran atau pingsan.

Cara Mengatasi Alergi pada Bayi

Cara terbaik mengatasi alergi adalah dengan mengetahui penyebabnya. Dengan mengetahui penyebabnya, kita dapat menghindarkan bayi dari paparan zat pemicu alergi (alergen), sehingga reaksi alergi tidak muncul.

Jika makanan yang mungkin menjadi penyebabnya, maka tundalah memberi makanan yang berpotensi menyebabkan alergi kepada bayi, terutama kacang-kacangan. Pendapat dokter patut dijadikan acuan jika Anda memang ragu akan pemberian makanan yang bisa menyebabkan alergi.

Sementara itu, untuk menghindarkan bayi dari alergi debu dan tungau bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan tempat tidur, ruangan, dan mainan Si Kecil. Demikian juga dengan alergi yang disebabkan oleh jamur dan kecoak. Hindari juga merokok di dekat bayi.

Pada dasarnya alergi pada bayi tidak terjadi begitu saja, melainkan membutuhkan waktu. Makin sering bayi bersentuhan dengan alergen atau penyebab alergi, maka makin cepat dia akan memunculkan reaksi alergi. Hal ini terjadi karena tubuh memiliki ambang batas toleransi, yaitu batas tertinggi tubuh untuk menerima paparan. Jika paparan dialami secara berlebihan, akan memicu reaksi dari sistem pertahanan tubuh dan terjadilah alergi.

Maka jangan heran jika bayi Anda awalnya tidak alergi terhadap serbuk sari atau bulu kucing, namun beberapa waktu kemudian akan mengalami reaksi alergi setelah terpapar beberapa kali. Ada jeda waktu tertentu yang dibutuhkan oleh alergen untuk membuat kekebalan tubuh bereaksi terhadapnya.

Jika sampai terjadi alergi pada bayi, maka mengobati obat-obatan yang biasa dipakai adalah obat antihistamin dan kortikosteroid. Tentunya pemakaian obat-obatan tersebut harus di bawah pengawasan dokter atau dokter spesialis anak.

 

sumber :https://www.alodokter.com/

Ibu, Tepati Jadwal Imunisasi demi Keselamatan Buah Hati

Ibu, Tepati Jadwal Imunisasi demi Keselamatan Buah Hati

Ibu, Tepati Jadwal Imunisasi demi Keselamatan Buah Hati

 

Imunisasi adalah upaya pemberian bahan antigen untuk mendapatkan kekebalan adaptif pada tubuh manusia terhadap agen biologis penyebab penyakit. Dengan kata lain, langkah ini bertujuan agar tubuh dapat melindungi dirinya sendiri. Penting untuk memenuhi jadwal imunisasi agar anggota keluarga terhindar dari penyakit berbahaya.

 

Pemberian vaksin, baik untuk anak-anak maupun untuk dewasa, adalah cara pencegahan penyakit yang umum dilakukan. Vaksin yang mengandung virus atau bakteri yang telah dilemahkan, atau protein mirip bakteri yang diperoleh dari pengembangan di laboratorium, bekerja mencegah penyakit dengan cara menimbulkan reaksi imunitas tubuh dan mempersiapkan tubuh untuk melawan serangan infeksi di kemudian hari.

Ibu, Tepati Jadwal Imunisasi demi Keselamatan Buah Hati - Alodokter

Imunisasi pada umumnya aman diberikan. Namun, seperti juga obat-obatan lain, vaksin pun berpotensi menimbulkan efek samping. Meski demikian, efek samping imunisasi mengakibatkan risiko yang lebih kecil jika dibandingkan risiko penyakit yang bisa muncul akibat tidak menjalani imunisasi. Efek samping yang paling umum terjadi setelah diimunisasi antara lain adalah demam ringan, kemerahan pada area yang disuntik, dan alergi. Umumnya kondisi-kondisi ini dapat reda dengan sendirinya. Namun tetap penting bagi orang tua untuk menginformasikan pada dokter jika anak memiliki alergi terhadap kandungan tertentu di dalam vaksin.

Mencermati Jadwal Imunisasi

Beberapa vaksin cukup diberikan sekali, tetapi sebagian lain perlu diulang setelah periode tertentu, agar tubuh terus mendapat perlindungan. Inilah mengapa penting bagi orang tua untuk mencermati dan menaati jadwal imunisasi keluarga.

Berikut jenis imunisasi yang tergabung dalam program pemerintah, dan didanai oleh pemerintah, bagi bayi di bawah usia 1 tahun di Indonesia:

  • Usia 0 bulan: BCG, HB-0, Polio-0
  • Usia 2 bulan: DPT/HB/Hib-1, Polio-1
  • Usia 3 bulan: DPT/HB/Hib-2, Polio-2
  • Usia 4 bulan: DPT/HB/Hib-3, Polio-3
  • Usia 9 bulan: Campak

Pada umumnya, imunisasi dasar dipenuhi saat anak berusia 1-4 tahun. Di masa ini juga biasanya dilakukan imunisasi ulangan untuk memperpanjang masa kekebalan imunisasi dasar. Beberapa jenis imunisasi juga diulang lagi pada usia 5-12 tahun, sedangkan usia 13-18 tahun biasanya digunakan untuk imunisasi tambahan. Mendapatkan vaksin tepat waktu sesuai usianya sangat penting dilakukan. Jika terlambat, Anda bisa membuat jadwal imunisasi baru dengan dokter.

Berikut ini adalah jenis imunisasi yang dianjurkan berdasarkan kelompok umur:

  • Usia kurang dari 1 tahun: BCG, hepatitis B, polio, DPT, campak, HiB, pneumokokus, rotavirus.
  • Usia 1-4 tahun: DPT, polio, MMR, tifoid, hepatitis A, varisela, influenza, HiB, pneumokokus.
  • Usia 5-12 tahun: DPT, polio, campak, MMR, tifoid, Hepatitis A, varisela, influenza, pneumokokus.
  • Usia 12-18 tahun: Td, hepatitis B, MMR, tifoid, hepatitis A, varisela, influenza, pneumokokus, HPV.
  • Usia lanjut usia: influenza, pneumokokus (vaksin PCV).

Selain itu, terdapat pula imunisasi yang dianjurkan untuk diberikan pada daerah endemis, seperti imunisasi japanese encephalitis, umumnya diberikan mulai usia 1 tahun, dan diulang pada usia 3 tahun. Vaksinasi Dengue untuk mencegah demam berdarah juga direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mulai usia 9 tahun, dalam 3 kali pemberian dengan jarak 6 bulan.

Di bawah ini adalah tabel jadwal imunisasi lengkap untuk anak, agar Anda dapat memeriksa kembali vaksin mana yang barangkali belum diberikan.

Jadwal Imunisasi Anak 0-18 tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Ibu, Tepati Jadwal Imunisasi demi Keselamatan Buah Hati - Alodokter

Jadwal selengkapnya dapat diunduh di laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Bawalah anak ke Puskesmas atau setidaknya ke Posyandu secara berkala untuk diimunisasi sesuai jadwal yang disusun oleh program pemerintah. Vaksinasi atau imunisasi dinilai 90-100 persen efektif melindungi manusia dari serangan penyakit berbahaya. Bahkan jika vaksin tidak sepenuhnya melindungi dan infeksi tetap terjadi, gejala pada anak yang sudah diimunisasi tidak akan separah anak-anak lain yang sama sekali belum pernah mendapat vaksin. Konsultasikan lebih lanjut pada dokter anak, untuk mendapatkan rekomendasi imunisasi yang tepat bagi Si Kecil.

 

sumber : https://www.alodokter.com/

Jaga Kesehatan Anak Selama Pandemi Virus Corona, Begini Caranya

Jaga Kesehatan Anak Selama Pandemi Virus Corona, Begini Caranya

Jaga Kesehatan Anak Selama Pandemi Virus Corona, Begini Caranya

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya dalan keadaan selalu sehat. Apalagi, di tengah pandemi virus corona (COVID-19) yang sedang terjadi saat ini.  

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya dalan keadaan selalu sehat. Apalagi, di tengah pandemi virus corona (COVID-19) yang sedang terjadi saat ini.  

Berbagai upaya akan dilakukan orang tua untuk menjaga kesehatan anak. Salah satunya dengan cara tidak beraktivitas di luar. 

Namun, masih ada beberapa hal yang busa dilakukan untuk memastikan anak tetap sehat dan terhindar dari virus corona. Apa saja?

Menjaga kesehatan gigi anak dengan menyikat gigi 2 kali dalam sehari memang sangat penting. Namun, setelah menggunakan sikat gigi, kamu harus menutup kembali kepala sikat.

Hal itu dilakukan untuk menghindari bakteri yang akan berkembang di kepala sikat tersebut. 

Mengonsumsi buah dan sayuran 

 

sumber : https://www.genpi.co/

Amankah Penggunaan Hand Sanitizer pada Bayi?

Amankah Penggunaan Hand Sanitizer pada Bayi?

Amankah Penggunaan Hand Sanitizer pada Bayi?

Di tengah mewabahnya virus Corona, Bunda mungkin bertanya-tanya, perlukah membersihkan tangan Si Kecil dengan hand sanitizer untuk mencegah penularan virus? Jika Bunda mau tahu jawabannya, yuk, simak penjelasan berikut.

Hand sanitizer adalah pembersih tangan berbahan alkohol yang bisa berbentuk cairan atau gel. Kandungan alkohol di dalamnya bisa berupa etanol atau isopropanol. Biasanya, hand sanitizer digunakan sebagai alternatif pembersih tangan untuk melindungi diri dari virus Corona ketika tidak ada air dan sabun untuk mencuci tangan.

Amankah Penggunaan Hand Sanitizer pada Bayi? - Alodokter

Infeksi virus Corona atau COVID-19 diduga dapat menular secara tidak langsung. Misalnya, bila seseorang menyentuh benda yang sudah terkontaminasi cipratan ludah penderita yang mengandung virus Corona, lalu menyentuh mulut, hidung, atau mata tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.

Bolehkah Bayi Menggunakan Hand Sanitizer?

Penggunaan hand sanitizer pada bayi sebaiknya dihindari, ya, Bun. Kulit bayi masih sangat lembut dan sensitif sehingga rentan mengalami masalah pada kulit. Oleh karena itu, kulit bayi tidak boleh sembarangan bersentuhan dengan bahan kimia.

Kandungan alkohol dalam hand sanitizer bisa menyebabkan iritasi pada kulit bayi. Selain itu, alkohol cenderung membuat kulit kering. Kondisi kulit yang kering akan lebih rentan mengalami gatal-gatal, alergi, maupun infeksi. Ditambah lagi, alkohol juga bisa terserap ke aliran darah bayi melalui kulitnya yang tipis.

Untuk membersihkan tangan Si Kecil, usahakan untuk menggunakan air dan sabun yang diformulasikan khusus untuk bayi. Namun, bila air dan sabun tidak tersedia, Bunda bisa menggunakan tisu basah yang aman bagi bayi.

Selain menjaga kebersihan tangan Si Kecil, ada beberapa langkah lain yang bisa Bunda lakukan untuk menghindarkannya dari virus Corona, antara lain:

  • Tetap berikan ASI kepada Si Kecil secara rutin untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.
  • Bila Si Kecil sudah bisa mengonsumsi MPASI, berikan ia makanan yang bergizi seimbang sambil tetap memberikannya ASI.
  • Cuci tangan Bunda dengan air mengalir dan sabun sebelum menyentuh, menyusui, menggendong, atau menyiapkan makanan Si Kecil.
  • Sebisa mungkin hindari membawa Si Kecil ke tempat ramai, seperti pasar atau mall.
  • Kenakan masker apabila Bunda sedang batuk atau pilek.
  • Jauhkan Si Kecil dari orang yang sedang sakit.

Menggunakan hand sanitizer memang efektif untuk membersihkan tangan dari kuman penyakit, termasuk virus Corona. Namun, penggunaannya pada bayi bisa menyebabkan iritasi yang justru bisa menimbulkan gangguan atau penyakit pada kulit.

Untuk menghindarkan Si Kecil dari virus Corona, gunakan produk yang aman untuk membersihkan tangannya. Lakukan juga langkah-langkah lain yang tidak kalah penting untuk mencegah virus Corona pada bayi.

Bila Si Kecil menunjukkan gejala infeksi virus Corona, segera periksakan ia ke dokter. Bunda bisa chat dulu dengan dokter di aplikasi Alodokter jika masih ragu apakah gejala yang dialami Si Kecil mengarah pada infeksi virus Corona atau tidak. Di aplikasi ini, Bunda juga bisa membuat janji konsultasi dengan dokter di rumah sakit.

 

sumber : https://www.alodokter.com/

Pencegahan Virus Corona pada Anak, Ini yang Harus Orang Tua Ketahui

Pencegahan Virus Corona pada Anak, Ini yang Harus Orang Tua Ketahui

Virus Corona merupakan firus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut Covid-19. Pertama kali di identifikasi di Wuhan, Cina dan kini telah menyebar dengan cepat ke lebih dari 121 negara dan wilayah di dunia. Telah menewaskan lebih dari 4000 orang virus Corona kemudian ditetapkan WHO sebagai pandemik global.

Virus Corona dapat menyerang siapa pun tanpa terkecuali baik orang dewasa maupun anak-anak. Meskipun korban dari virus ini kebanyakan orang dewasa namun akhir-akhir ini kasus pada anak-anak bahkan balita juga mulai dilaporkan.

Tentu saja hal ini membawa kekhawatiran tersendiri bagi orang tua. Mengingat penyebaran virus Corona terbilang sangat cepat. Virus ini ditularkan melalui batuk dan bersin dari orang yang terinfeksi. Kontak dengan feses dari orang yang terinfeksi juga dapat menularkan virus tersebut.

Untuk itu penting bagi orang tua untuk mengetahui upaya-upaya pencegahan terhadap virus Corona pada anak berikut ini telah dirangkum dari UNICEF dan berbagai sumber pada Sabtu, (14/3).

1 dari 6 halaman

Kenali Gejala Corona Virus

Untuk mencegah Corona pada anak yang perlu dilakukan pertama kali oleh orang tua adalah mengenali gejalanya. Beberapa gejala Corona yaitu demam, batuk dan sesak napas. Namun pada kasus yang lebih parah, virus Corona juga bisa menyebabkan pneumonia atau kesulitan bernapas.

Bahkan bisa berakibat fatal hingga kematian.
Karena gejala-gejala virus Corona mirip dengan flu biasa maka diperlukan pengujian untuk mengonfirmasi apakah seseorang mengalami Covid-19 atau tidak.

2 dari 6 halaman

Ajari Anak untuk Terbiasa Menggunakan Masker

Penggunaan masker medis sangat disarankan bagi kamu yang memiliki gejala pernapasan seperti batuk atau bersin untuk melindungi orang lain agar tidak tertular begitupun juga dengan anak-anak.

ilustrasi masker

Pixabay

Ajarkan pada mereka cara menggunakan masker yang benar dan dibuang dengan cara yang benar juga, hal ini dilakukan untuk memastikan efektivitas dan untuk menghindari risiko penularan virus.

3 dari 6 halaman

Ajari Anak Untuk Rajin Mencuci Tangan

Dikutip dari unicef.org mengungkapkan bahwa penggunaan masker saja tidak cukup untuk menghentikan infeksi dan harus dikombinasikan dengan sering mencuci tangan, menutup bersin dan batuk dan menghindari kontak dengan siapapun dengan gejala flu.

Dalam hal ini mencuci tangan amat sangat penting mengingat ketika melakukan berbagai macam aktivitas secara sadar maupun tidak sadar tangan sering kali berinteraksi dengan hal-hal yang dapat menebarkan kontaminasi semisal saat berjabat tangan, memegang tangga, membuka pintu. Maka dari itu mencuci tangan menjadi suatu keharusan agar terhindar dari berbagai macam bakteri penyebab penyakit.

Biasakan si kecil untuk mencuci tangan secara benar yakni dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir selama setidaknya selama 20 detik. Pastikan ia membasuh seluruh bagian tangan termasuk punggung tangan, sela-sela jari, dan ujung kuku.

4 dari 6 halaman

Bila Muncul Gejala Corona Lakukan Pemeriksaan Medis

Mengingat gejala Corona mirip dengan gejala flu biasa maka kita tidak bisa mendeteksinya sembarangan perlu adanya pemeriksaan medis lebih lanjut supaya ada upaya penanganan yang lebih memadai.

aktivitas pasien corona di rumah sakit darurat

2020 AFP PHOTO/STR

Untuk mencegah virus Corona kita juga bisa melakukan perawatan dini kepada anak misalnya dengan berdiam diri di rumah dan menghindari tempat-tempat umum seperti tempat kerja, sekolah, angkutan untuk mencegah penyebaran ke orang lain.

5 dari 6 halaman

Berikan Makanan Bernutrisi Tinggi

Cara mencegah virus Corona pada anak selanjutnya adalah dengan memberinya makanan yang mengandung nutrisi yang tinggi seperti makanan dengan kandungan beta karoten yaitu wortel dan jeruk yang dipercaya dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.

makanan sehat

2020 Merdeka.com

Demi membangun daya tahan tubuh yang kuat pastikan anak-anak untuk selalu mengonsumsi makanan yang sehat dengan proses pengelolaan yang terjamin.

6 dari 6 halaman

Lakukan Imunisasi Dasar

Pencegahan virus Corona pada anak sebenarnya sama dengan pencegahan virus Corona pada orang dewasa. Namun perlindungan pada anak perlu ditambah dengan melengkapi imunisasinya.

Meskipun belum ada bentuk vaksinasi pada anak, namun kamu tetap harus memperhatikan imunisasi dasar anak harus terpenuhi secara lengkap dan sesuai dengan jadwal.

 

sumber : https://www.merdeka.com/

11 Makanan Penting untuk Menunjang Tumbuh Kembang Anak Usia 1 Tahun

11 Makanan Penting untuk Menunjang Tumbuh Kembang Anak Usia 1 Tahun

11 Makanan Penting untuk Menunjang Tumbuh Kembang Anak Usia 1 Tahun

Selamat Mum, si Kecil kini sudah menginjak usia 1 tahun. Pada usia ini, tumbuh kembang si Kecil akan berlangsung dengan pesat. Ia akan semakin aktif berjalan, memegang benda, berbicara, juga bersosialisasi. Agar tumbuh kembang si Kecil dapat berjalan optimal, pastikan Mum selalu menyediakan makanan sehat untuknya.

Di usia 1 tahun ini, si Kecil bisa mulai dikenalkan dengan menu keluarga, atau menu makanan yang sehari-hari dikonsumsi oleh Mum. Sehingga Mum tidak perlu lagi memasak makanan secara khusus untuk si Kecil. Berikan makanan-makanan tersebut dalam potongan-potongan kecil agar mudah dikunyah, ditelan, dan dicerna dengan baik olehnya.

Pastikan juga Mum memberikan makanan si Kecil secara bervariasi sesuai pedoman gizi seimbang yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Kementerian Kesehatan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) merekomendasikan untuk mengonsumsi makanan sesuai Isi Piringku, yaitu dalam setiap kali makan, ½  isi piring terbagi atas ⅔ sayur dan ⅓ buah-buahan, dan ½ isi piring lainnya.

Meskipun pada usia 1 tahun si Kecil sudah diperbolehkan untuk mengonsumsi hampir semua jenis makanan, berikut adalah beberapa makanan sehat yang bisa Mum jadikan pilihan untuk si Kecil:
terbagi atas ⅔ makanan pokok (karbohidrat) dan ⅓ lauk-pauk (protein), serta dilengkapi konsumsi air putih yang cukup.

1.    Susu

Sejak lahir hingga usia 2 tahun sebaiknya ASI tetap diberikan. Namun pada usia anak 1 tahun, komposisi dan kualitas ASI sudah banyak berkurang, sehingga si Kecil boleh diberikan susu sebagai asupan tambahan. Susu mengandung berbagai macam nutrisi yang dibutuhkan oleh anak, di antaranya protein, kalsium, fosfor, vitamin lengkap, dan nutrisi lain yang difortifikasi. Susu juga mengandung gula alami, sehingga pada anak di bawah usia 2 tahun yang mengonsumsi susu tidak perlu lagi mendapatkan gula tambahan. Asupan gula berlebihan dapat menganggu tumbuh kembang anak, di antaranya menyebabkan kerusakan gigi, obesitas, peningkatan risiko diabetes.

 

2.    Pisang.

Pisang sangat cocok untuk menjadi makanan anak 1 tahun. Pisang mengandung kalium yang berfungsi menjaga keseimbangan cairan dan sinyal saraf dalam tubuh, vitamin B6 yang dibutuhkan untuk menumbuhkan sel-sel baru, serta mangan yang menjaga kesehatan tulang dan membantu proses metabolisme. Pisang juga mengandung karbohidrat. Karbohidrat yang terkandung dalam pisang berbentuk gula, pati, dan serat. Dalam 1 buah pisang berukuran sedang saja terkandung 14 gr gula dan 6 gr pati. Namun, Mum tidak perlu khawatir. Gula alami yang terkandung dalam pisang dapat berperan sebagai sumber energi untuk anak beraktivitas di masa tumbuh kembangnya.

 

3.    Jeruk dan buah-buahan jenis beri, seperti stroberi dan bluberi

Kandungan vitamin C pada jeruk dan buah-buahan jenis beri sangatlah tinggi. Selain meningkatkan daya tahan tubuh, vitamin C juga berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas, membantu penyerapan zat besi dari makanan, serta menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah.

 

4.    Alpukat

Alpukat merupakan salah satu pilihan favorit makanan sehat untuk anak. Alpukat mengandung lemak tidak jenuh yang sangat baik untuk kesehatan. Selain itu, alpukat juga memiliki kandungan vitamin A yang berfungsi untuk menjaga kesehatan mata, vitamin E yang dapat mempertajam daya ingat, zat besi untuk mencegah anemia, serta kalsium untuk melindungi kesehatan tulang dan gigi.

 

5.    Wortel.

Wortel terkenal kaya akan vitamin A, tetapi masih banyak kandungan nutrisi lain pada wortel yang penting untuk perkembangan anak. Di antaranya, serat yang baik untuk pencernaan dan mencegah sembelit, luteolin yang dapat meningkatkan memori dan mencegah peradangan otak, serta vitamin K untuk memperkuat tulang dan gigi. Wortel termasuk salah satu sayuran yang mengandung gula alami cukup tinggi. Dalam 100 gr wortel, terkandung sekitar 4,5 gr gula alami yang dapat digunakan sebagai sumber energi anak.

 

6.    Brokoli.

Brokoli merupakan sayuran yang sangat cocok diberikan pada masa tumbuh kembang anak. Brokoli mengandung vitamin C, A, K, dan E yang tinggi. Selain itu, brokoli juga mengandung asam folat dan selenium yang dapat mencegah kanker, serta kromium yang membantu mengatur kadar gula dalam darah.

 

7.    Makanan gandum utuh, seperti oatmeal, roti, dan sereal.

Gandum utuh mengandung serat yang menyehatkan dan melancarkan pencernaan, selenium yang mencegah kerusakan sel, magnesium yang menjaga kekebalan tubuh, serta vitamin (B1, B2, niasin, dan asam folat) yang membantu meningkatkan efisiensi metabolisme dari karbohidrat, protein, dan lemak.

 

8.    Telur.

Telur merupakan salah satu protein hewani yang kaya akan asam amino esensial yang dibutuhkan si Kecil untuk menunjang pertumbuhannya. Telur juga mengandung lutein dan zeaxanthin yang sangat baik untuk kesehatan mata;  vitamin B12 dan asam folat untuk menjaga kesehatan saraf;  gangliosida dan berbagai asam amino yang berperan dalam perkembangan otak.

 

9.    Olahan kedelai, seperti tahu dan tempe.

Meskipun sering diremehkan, ternyata tahu dan tempe memiliki gizi yang tinggi dan baik untuk dijadikan makanan penunjang pertumbuhan si Kecil. Kedua olahan kedelai ini mengandung protein nabati, serat, kalsium, dan zat besi yang tinggi. Selain itu, tahu dan tempe juga kaya akan omega 6 yang penting dalam sistem kekebalan tubuh.

 

10.  Daging ayam.

Sebagai salah satu sumber protein hewani, daging ayam juga mengandung triptophan yang berfungsi sebagai antidepresan, fosfor yang menjaga kesehatan gigi dan tulang, niasin untuk mencegah kanker, serta vitamin B2 yang berfungsi menjaga perkembangan dan fungsi kulit, kesehatan mata,serta membantu metabolism karbohidrat, protein dan lemak untuk menghasilkan energi.

11.  Ikan.

Ikan dipercaya dapat meningkatkan kecerdasan anak berkat kandungan omega 3, AHA, dan DHA yang tinggi. Berikut jenis-jenis ikan yang memiliki gizi tinggi: salmon, tuna, kembung, lele, patin, teri, dan tongkol.

 

sumber: https://www.anmum.com/

Our Brands