Mendalami Seputar Status Gizi Anak, dari Cara Mengukur Hingga Membaca Hasilnya

Mendalami Seputar Status Gizi Anak, dari Cara Mengukur Hingga Membaca Hasilnya

Status gizi anak adalah salah satu tolak ukur penilaian tercukupinya kebutuhan gizi harian, serta penggunaan zat gizi tersebut oleh tubuh. Jika asupan nutrisi anak senantiasa terpenuhi dan digunakan seoptimal mungkin, tentu tumbuh kembangnya akan optimal. Namun jika sebaliknya, status gizi si kecil bisa saja bermasalah sehingga memengaruhi perkembangannya hingga dewasa kelak.

Supaya lebih paham, mari selami lebih dalam seputar penilaian status gizi anak-anak.

Apakah cara mengukur status gizi anak dan orang dewasa sama?

Proses pertumbuhan pada masa anak-anak dan dewasa berbeda. Dalam rentang usia anak-anak, yakni mulai dari usia 0-18 tahun, tubuh masih akan terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Sementara setelah menginjak usia dewasa, pertumbuhan tersebut biasanya akan berhenti secara bertahap.

Usia anak-anak merupakan masa-masa penting di mana pertumbuhan tubuh berlangsung sangat pesat. Mulai dari berat badan, tinggi badan, hingga ukuran tubuh secara keseluruhan akan terus mengalami perubahan.

Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan tubuh sebelum memasuki usia dewasa yang sesungguhnya, di mana tubuh anak diharapkan sudah berkembang dengan matang. Barulah saat memasuki usia 18 tahun atau akhir masa anak-anak, perkembangan tersebut umumnya mulai berhenti secara perlahan.

Nah, karena tubuh di usia anak-anak masih akan terus mengalami perkembangan, maka perhitungan IMT yang sering kali dijadikan tolak ukur status gizi orang dewasa, tidak bisa digunakan pada anak.

Indeks massa tubuh (IMT) adalah penilaian status gizi untuk usia dewasa, dengan melakukan perbandingan berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Perhitungan IMT dinilai kurang akurat dalam mengukur status gizi anak.

Lagi-lagi, ini karena berat badan dan tinggi badan di usia anak-anak cenderung berubah dengan sangat cepat. Maka itu, untuk mengetahui status gizi anak tergolong baik atau tidak, diperlukan pengukuran khusus dengan melibatkan beberapa variabel.

Mengutip dari Bahan Ajar Gizi: Penilaian Statuz Gizi, status gizi anak bisa diukur dengan beberapa indikator tertentu, yaitu:

1. Jenis kelamin

kamar tidur anak laki-laki dan perempuan

Penilaian status gizi anak laki-laki tentu tidak sama dengan anak perempuan. Hal ini disebabkan karena tumbuh kembangnya pun berbeda, biasanya anak perempuan akan tumbuh jauh lebih cepat ketimbang laki-laki.

Itu sebabnya, dalam melakukan penilaian terhadap status gizi anak, penting untuk memerhatikan jenis kelamin. Sebab pola pertumbuhan anak laki-laki berbeda dengan perempuan.

2. Usia

susu untuk anak yang aktif

Faktor usia sangat penting untuk menentukan dan melihat apakah status gizi si kecil sudah baik atau belum. Hal ini sebenarnya memudahkan Anda untuk tahu, apakah sang buah hati mengalami pertumbuhan yang normal jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya.

Meski memang setiap anak akan mengalami tumbuh kembang yang berbeda meski memiliki rentang usia yang sama. Namun, dengan mengetahui usia makan akan memudahkan mendeteksi apakah si kecil punya tinggi dan berat badan yang sesuai dengan usianya atau tidak.

3. Berat badan

berat badan bayi usia 12 bulan

Berat badan adalah salah satu indikator dari penilaian status gizi anak yang paling sering dipakai. Ya, berat badan dianggap dapat memberikan gambaran mengenai kecukupan jumlah zat gizi makro dan mikro yang ada di dalam tubuh.

Tak seperti tinggi badan yang perubahannya membutuhkan waktu yang agak lama, berat badan bisa sangat cepat berubah. Perubahan berat badan bisa menunjukkan perubahan status gizi pada anak.

Itulah mengapa berat badan kerap dipakai untuk menggambarkan status gizi anak saat ini, atau dikenal juga sebagai pertumbuhan massa jaringan.

Berikut rerata berat badan ideal menurut Kementerian Kesehatan RI:

  • 0-6 bulan: 3,3-7,9 kg
  • 7-11 bulan: 8,3-9,4 kg
  • 1-3 tahun: 9,9-14,3 kg
  • 4-6 tahun: 14,5-19 kg
  • 7-12 tahun: 27-36 kg
  • 13-18 tahun: 46-50 cm 

4. Tinggi badan atau panjang badan

Berbeda dengan berat badan yang bisa berubah dengan sangat cepat, tinggi badan justru bersifat linier. Arti linier di sini adalah perubahan tinggi badan tak begitu cepat dan dipengaruhi oleh banyak hal dari masa lampau, tak hanya saat ini saja.

Mudahnya begini, jika si kecil makan terlalu banyak mungkin saja berat badannya bertambah meski hanya 500 gram atau satu kilogram dalam beberapa hari. Namun, hal ini tidak berlaku pada tinggi badan.

Pertumbuhan tinggi badan sangat berkaitan dan tergantung dengan kualitas makanan yang Anda berikan pada anak sejak kecil, bahkan mulai dari ia lahir. Apakah ketika lahir Anda memberikan si kecil ASI eksklusif atau tidak hingga kualitas makanan pendamping yang Anda berikan.

Maka itu, tinggi badan cenderung dipakai sebagai indikator untuk mengetahui masalah gizi kronis pada anak alias masalah nutrisi yang sudah berlangsung sejak lama.

Bagi anak yang berusia 0-2 tahun, panjang badan diukur dengan menggunakan papan kayu (length board). Sementara untuk anak yang berusia lebih dari 2 tahun, pengukuran tinggi badan menggunakan alat bernama mikrotoise yang disandarkan ke dinding.

Berikut rerata tinggi badan ideal menurut Kementerian Kesehatan RI

  • 0-6 bulan: 49,9-67,6 cm
  • 7-11 bulan: 69,2-74,5 cm
  • 1-3 tahun: 75,7-96,1 cm
  • 4-6 tahun: 96,7-112 cm
  • 7-12 tahun: 130-145 cm
  • 13-18 tahun: 158-165 cm 

5. Lingkar kepala

lingkar kepala bayi

Selain indikator yang sudah disebutkan sebelumnya, lingkar kepala termasuk hal yang biasanya diukur untuk tahu status gizi si kecil. Meski tidak menggambarkan secara langsung, lingkar kepala harus selalu diukur setiap bulan hingga anak menginjak usia 2 tahun.

Pasalnya, lingkar kepala dapat memberi gambaran bagaimana ukuran dan tumbuh kembang otak anak saat itu. Pengukuran biasanya dilakukan di dokter, bidan, atau posyandu, dengan menggunakan pita ukur yang dilingkarkan di kepala bayi.

Setellah diukur, maka lingkar kepala anak akan dikelompokkan ke dalam kategori normal, kecil (mikrosefali), atau besar (makrosefali). Lingkar kepala yang berukuran terlalu kecil atau besar merupakan tanda ada masalah dengan perkembangan otak anak.

Bagaimana cara mengukur status gizi anak?

makanan penambah tinggi badan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penilaian status gizi anak dan orang dewasa tidaklah sama. Indikator usia, berat, serta tinggi badan, saling berkaitan untuk menentukan status gizi si kecil.

Ketiga indikator tersebut nantinya akan dimasukkan ke dalam grafik pertumbuhan anak (GPA) yang juga dibedakan sesuai dengan jenis kelaminnya. Nah, grafik ini yang nantinya akan menunjukkan apakah status gizi anak baik atau tidak.

GPA juga memudahkan Anda dan tim medis untuk memantau tumbuh kembang si kecil, karena dengan grafik pertumbuhannya akan mudah terlihat, apakah ia bertambah tinggi dan berat badannya atau tidak.

Ada beberapa kategori yang digunakan untuk menilai status gizi anak menggunakan GPA, meliputi:

Mengukur status gizi anak usia 0-5 tahun

Grafik yang digunakan untuk mengukur status gizi anak usia kurang dari 5 tahun yaitu grafik WHO 2006 (cut off z score). Penggunaan grafik WHO 2006 dibedakan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

1. Berat badan berdasarkan umur (BB/U)

Indikator ini digunakan oleh anak usia 0-60 bulan, dengan tujuan untuk mengukur berat badan sesuai dengan usia anak. Penilaian BB/U dipakai untuk mencari tahu kemungkinan seorang anak mengalami berat badan kurang, sangat kurang, atau lebih.

Namun, indikator ini biasanya tidak bisa dipakai jika umur anak tidak diketahui secara pasti. Status gizi anak berdasarkan BB/U yakni:

  • Berat badan normal: ≥-2 SD sampai 3 SD
  • Berat badan kurang: <-2 SD sampai -3 SD
  • Berat badan sangat kurang: <-3 SD

2. Tinggi badan berdasarkan umur (TB/U)

Indikator ini digunakan oleh anak usia 0-60 bulan, dengan tujuan untuk mengukur tinggi badan sesuai dengan usia anak. Penilaian TB/U dipakai untuk megindentifikasi penyebab jika anak memiliki tubuh pendek.

Akan tetapi, indikator TB/U hanya bisa digunakan bagi anak usia 2-18 tahun dengan posisi berdiri. Sementara jika usianya masih di bawah 2 tahun, pengukurannya menggunakan indikator panjang badan atau PB/U dengan posisi berbaring.

Bila anak berusia di atas 2 tahun diukur tinggi badannya dengan cara berbaring, maka nilai TB harus dikurangi dengan 0,7 sentimeter (cm). Status gizi anak berdasarkan TB/U yakni:

  • Tinggi badan di atas normal: >2 SD
  • Tinggi badan normal: -2 SD sampai dengan 2 SD
  • Pendek (stunting): -3 SD sampai dengan <-2 SD
  • Sangat pendek (severe stunting): <-3 SD

3. Berat badan berdasarkan tinggi badan (BB/TB)

Indikator ini digunakan oleh anak usia 0-60 bulan, dengan tujuan untuk mengukur berat badan sesuai dengan tinggi badan anak. Pengukuran ini yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan status gizi anak.

Status gizi anak berdasarkan BB/TB yakni:

  • Sangat gemuk: >3 SD
  • Gemuk: >2 SD sampai dengan 3 SD
  • Normal: -2 SD sampai dengan 2 SDGemuk: >2 SD sampai dengan 3 SD
  • Kurus (wasting): -3 SD sampai dengan <-2 SD
Contoh Grafik Pertumbuhan Anak (GPA) dengan indikator BB/U untuk anak laki-laki. Sumber: WHO
Contoh Grafik Pertumbuhan Anak (GPA) dengan indikator BB/U untuk anak perempuan. Sumber: WHO

Mengukur status gizi anak usia 5-18 tahun

Pengukuran status gizi anak usia di atas 5 tahun bisa menggunakan aturan CDC 2000(ukuran persentil). Persentil digunakan sebagai gambaran berapa nilai IMT anak.

Indeks massa tubuh digunakan pada usia ini karena pada masa tersebut anak-anak mengalami pertambahan tinggi dan berat badan yang berbeda-beda meski umurnya sama. Jadi perbandingan tinggi dan berat badan anak akan dilihat berdasarkan usianya.

Contoh grafik kategori penilaian IMT dengan persentil sesuai usia anak bisa dilihat pada gambar berikut:

Contoh Grafik Pertumbuhan Anak Laki-Laki untuk IMT. Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Contoh Grafik Pertumbuhan Anak Perempuan untuk IMT. Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Sementara kategori penilaian IMT anak di atas usia 5 tahun yakni:

  • Underweight: persentil < 5
  • Normal: persentil 5 – < 85
  • Overweight: persentil 85 – < 95
  • Obesitas: persentil ≥ 95

Pengukuran status gizi anak dengan metode GPA, memang tidak semudah penggunaan indeks massa tubuh (IMT) seperti pada orang dewasa. Supaya lebih mudah dan akurat, Anda bisa mencari tahu perkembangan status gizi anak dengan cara rutin melakukan pengukuran ke dokter, bidan, maupun posyandu.

Apa saja permasalahan gizi pada anak?

berat badan anak naik

Ada beberapa kategori yang digunakan untuk mengelompokkan status gizi anak, seperti:

1. Stunting

Stunting adalah gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang membuatnya tinggi badannya terhambat, sehingga tidak sesuai dengan anak seusianya. Stunting merupakan masalah gizi yang kronis yang terjadi akibat berbagai penyebab dari di masa lalu.

Meliputi asupan gizi yang buruk, mengalami penyakit infeksi berulang, dan berat badan lahir rendah (BBLR). Atau dengan kata lain, stunting bisa dikatakan sebagai kondisi kurang gizi pada anak-anak yang telah berlangsung sejak lama.

Bahkan asupan ibu sebelum dan saat hamil sangat memengaruhi apakah si kecil berpeluang alami stunting atau tidak. Maka itu, masalah gizi yang satu ini memang berakar dari berbagai hal, bisa jadi gizi ibu atau bayi yang tak tercukupi dengan baik.

Imbasnya membuat anak mengalami stunting di kemudian hari. Perkembang stunting umumnya dimulai sejak anak berusia 3 bulan, hingga kemudian berangsur-angsur melambat saat usianya menginjak 3 tahun.

Nah, jika dilihat dalam GPA dengan menggunakan pengukuran TB/U,  anak stunting akan masuk kategori  kurang dari -2 standar deviasi (SD). Ini artinya, di dalam grafik pertumbuhan si kecil akan berada di bawah garis merah.

Biasanya, anak dengan stunting akan lebih pendek dibandingan dengan rata-rata tinggi teman seusianya. Tinggi badan anak tersebut tidak akan kembali normal hingga ia dewasa, alias tingginya akan selalu di bawah rata-rata.

Gejala anak yang mengalami stunting berupa:

  • Postur anak lebih pendek dari teman-teman seusianya.
  • Proporsi tubuh mungkin tampak normal, tapi anak terlihat lebih muda atau kecil untuk usianya.
  • Berat badan rendah untuk anak seusianya.
  • Pertumbuhan tulang terhambat.

2. Marasmus

Marasmus adalah kekurangan gizi yang terjadi karena anak tidak mendapatkan asupan energi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini menyebabkan anak marasmus tergolong ke dalam status gizi buruk dan harus cepat ditangani.

Tanpa adanya nutrisi penting tersebut, otomatis persediaan energi pada tubuh sangatlah rendah. Bukan itu saja, berbagai fungsi tubuh tentu akan ikut terganggu, sehingga menimbulkan berbagai masalah.

Gejala khas yang muncul pada anak dengan marasmus yakni:

  • Berat badan anak yang merosot pesat
  • Kulit keriput seperti orang tua
  • Perut cekung
  • Cenderung cengeng

3. Kwashiorkor

Sedikit berbeda dengan marasmus, kwashiorkor adalah kekurangan gizi akibat dari rendahnya asupan protein. Padahal, protein berperan penting sebagai zat untuk membangun dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.

Hal utama yang membedakan kwashiorkor dan marasmus, yakni tampak pada perutnya. Anak yang mengalami kwashiorkor memiliki perut yang membesar akibat adanya penggumpalan cairan (asites).

Namun, ciri khas dari kwashiorkor biasanya tidak membuat berat badan anak turun drastis. Ini karena tubuh anak memiliki banyak cairan sehingga membuat berat badannya tetap normal, meski sebenarnya anak tersebut kurus. Gejala kwashiorkor lainnya seperti:

  • Perubahan warna kulit
  • Rambut rambut seperti jagung
  • Bengkak (edema) di beberapa bagian, seperti kaki, tangan, dan perut
  • Wajah bulat dan sembab (moon face)
  • Penurunan masa otot
  • Diare dan lemas

4. Marasmik-kwashiorkor

Marasimik-kwashiorkor adalah gabungan kondisi dan gejala dari marasmus serta kwashiorkor. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh pola makan, khususnya karena tidak tercukupinya asupan zat gizi tertentu seperti kalori dan protein.

Anak yang mengalami marasmik-kwashiorkor akan mengalami gejala seperti:

  • Tubuh sangat kurus
  • Muncul tanda-tanda tubuh kurus (wasting) di beberapa bagian tubuh. Misalnya jaringan dan massa otot hilang, serta tulang yang langsung kentara pada kulit seolah tidak terlapisi oleh daging.
  • Mengalami penumpukan cairan di beberapa bagian tubuh (asites).

5. Wasting (kurus)

Anak dikatakan bertubuh kurus (wasting) jika berat badannya jauh berada di bawah normal, atau tidak sesuai dengan tinggi badannya. Indikator yang biasanya dipakai untuk menentukan wasting adalah berat badan berbanding tinggi badan (BB/TB), untuk usia 0-60 bulan.

Wasting juga kerap disebut sebagai kekurangan gizi akut atau berat. Kondisi ini biasanya disebabkan karena anak tidak memperoleh asupan zat gizi yang cukup, atau mengalami penyakit yang mengakibatkan kehilangan berat badan, seperti diare.

Gejala yang muncul ketika anak mengalami wasting yakni tubuh tampak sangat kurus akibat berat badan rendah.

6. Underweight (berat badan kurang)

Underweight menandakan kondisi berat badan anak yang kurang jika dibandingkan usianya. Indikator yang biasanya dipakai untuk menentukan berat badan kurang adalah berat badan berbanding usia (BB/U) untuk anak 0-60 bulan. Sementara anak usia 5-18 tahun menggunakan indeks massa tubuh berbanding usia (IMT/U).

Tanda paling kentara ketika anak mengalami berat badan kurang yakni tubuhnya terlihat kurus dan berat badannya kurang jika dibandingkan dengan teman-teman seusianya. Hal ini terjadi karena jumlah asupan energi yang masuk tidak setara dengan energi yang keluar.

Anak dengan underweight biasannya lebih rentan terserang penyakit infeksi, sulit berkonsentrasi, mudah lelah, hingga tidak berenergi saat beraktivitas.

7. Overweight (kelebihan berat badan)

Anak dikatakan overweight (kegemukan) ketika berat badannya tidak sebanding dengan tinggi badannya. Kondisi ini tentu akan membuat tubuh anak tampak gemuk dan kurang ideal. Selain memiliki tubuh yang gemuk, anak dengan berat badan berlebih juga memiliki ciri ukuran lingkar pinggan dan pinggul di atas normal.

Kondisi ini juga kerap membuat anak mengalami kelelahan parah serta nyeri otot dan sendi. Lebih buruknya, overweight berisiko membuat anak terserang berbagai penyakit. Mulai dari penyakit jantung, stroke, diabetes, hingga gangguan muskuloskeletal seperti arthritis.

8. Obesitas

Obesitas tidak sama dengan kegemukan, karena berat badan yang dimiliki anak obesitas berarti sudah berada jauh di atas rentang normal. Hal ini bisa diakibatkan karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk ke dalam tubuh (terlalu banyak), dengan yang dikeluarkan oleh tubuh (terlalu sedikit).

Dengan kata lain, obesitas bisa diartikan sebagai overweight di tingkat yang lebih parah karena terjadi penumpukan jaringan lemak di seluruh tubuh.

Obesitas pada anak ditandai dengan postur tubuhnya yang sangat gemuk, bahkan sampai membuatnya sulit bergerak dan beraktivitas banyak. Anak yang mengalami obesitas juga biasanya gampang kelelahan meski baru sebentar melakukan kegiatan.

Rekomendasi untuk para orangtua

Pemeriksaan status gizi dan kesehatan tubuh secara keseluruhan, sebaiknya mulai dilakukan setidaknya sejak anak berusia satu bulan. Demi memastikan tumbuh kembangnya berjalan dengan baik, tidak ada salahnya untuk rutin mendatangi dokter, bidan, maupun posyandu rutin bahkan sampai sang anak tumbuh besar.

Jika Anda membawa si kecil diperiksa ke dokter dengan rutin, biasanya Anda kan mendapatkan buku kesehatan ibu anak (KIA) atau kartu menuju sehat (KMS) yang memudahkan Anda dalam memantu tumbuh kembangnya.

Tujuannya agar kondisi kesehatan anak bisa diperiksa seoptimal mungkin. Jika terlihat adanya kelainan pada tumbuh kembang anak, bisa dilakukan penanganan sedini mungkin. Dengan rutin melakukan pemeriksaan, status gizi anak bisa berkembang lebih baik.

Status gizi anak tergolong baik ketika indikator grafik pertumbuhannya berada di rentang normal. Artinya, berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan, begitu pula dengan tinggi badan yang sesuai dengan umur dan berat badan.

Anak juga tidak tampak kurus, sangat kurus, gemuk, atau bahkan obesitas. Kondisi ini menandakan bahwa asupan gizi hariannya tercukupi dan sesuai dengan aktivitasnya.

sumber : hellosehat.com

Post sebelumnya Post setelahnya

Our Brands